Beberapa waktu lalu, ramai kembali kasus antara selebriti Hollywood, Johny Depp dan Amber Heard. Kasus yang terjadi dalam pernikahan keduanya, menunjukkan sisi lain dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
KDRT kerap dialami perempuan sebagai korbannya, namun bukan berarti lelaki sama sekali nggak pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Masalahnya, kebanyakan lelaki nggak mau mengadukan masalah ini karena berkaitan dengan maskulinitas.
Dilansir Help Guide, satu dari tiga korban KDRT adalah lelaki. Meski begitu, mereka cenderung merasa malu dan terhina ketika mengaku menjadi korban KDRT. Mereka takut diejek dan dicap kurang ‘jantan’ atau penghinaan lainnya.
Selain itu, masih banyak orang yang nggak percaya kalau lelaki bisa menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ini menjadi hambatan untuk layanan dan dukungan terhadap korban lelaki.
Parents, kekerasan bisa dialami pada siapa saja nggak memandang gender dan usia. Jadi mengenai soal lelaki menjadi korban KDRT bukan lagi soal candaan. Jujur aja, Bumin Nucha awalnya nggak percaya kalau lelaki bisa menjadi korban kekerasan, namun setelah dipikir, iya betul kekerasan bisa dialami siapa aja nggak memandang gender.
Dikutip data Komnas Perempuan pada 2020 lalu, mengenai rumah tangga di masa pandemi, jumlah perempuan yang mengalami kekerasa sebanyak 90 persen. Berarti, sebanyak 10 persen lelaki juga mengalami KDRT.
Bumin ingetin ya, kekerasan nggak selalu menyerang fisik dan seksual aja, namun juga emosional dan psikis. Misalnya terjadi kekerasan melalui verbal yang membuat lelaki jadi rendah diri dan merasa nggak berguna dalam rumah tangga. Oh iya, korbannya nggak harus suami tapi bisa juga pada kakek, paman, kakak, atau anak laki-laki.
Kekerasan dalam rumah tangga pada lelaki nggak selalu mudah dikenali, namun bisa menjadi ancaman serius. Dilansir Akurat.co, berikut tanda kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga.
- Secara verbal melecehkan, meremehkan, menghina atau mempermalukan kamu, baik kepadamu atau di depan teman, kolega, atau keluarga, atau di media sosial.
- Tidak mengizinkan kamu bekerja.
- Melarang kamu untuk bertemu dengan anggota keluarga atau teman.
- Mencoba mengontrol cara kamu membelanjakan uang, ke mana pergi, atau apa yang kamu kenakan.
- Bersikap cemburu atau posesif atau terus-menerus menuduh kamu tidak setia.
- Marah saat minum alkohol.
- Mencoba mengontrol apakah kamu boleh menemui penyedia layanan kesehatan.
- Mengancam dengan kekerasan atau senjata.
- Memukul, menendang, mendorong, menampar, mencekik, atau menyakiti kamu, anak-anakmu, atau hewan peliharaan.
- Memaksa kamu untuk berhubungan seks atau melakukan tindakan seksual yang bertentangan dengan keinginanmu.
- Menyalahkan kamu atas perilaku kekerasannya atau memberi tahu bahwa kamu pantas mendapatkannya.
- Membuat tuduhan palsu tentang kamu kepada teman, atasan, atau polisi, atau melakukan cara lain untuk memanipulasi dan mengisolasi kamu.
Parents, yuk mulai dari sekarang kita harus paham dan sadari bahwa lelaki juga bisa menjadi kekerasan seksual. Itu bukan berarti kita meragukan kejantanan atau maskulinitasnya, nggak semua lelaki mau membalas kekerasan yang dilakukan orang terdekatnya.