Kalau artikel sebelumnya membahas Nilai Plus Menitipkan Anak pada Pengasuh, kali ini kita membahas drama pengasuh anak. Tak dipungkiri, kehadiran pengasuh memberikan ‘kemewahan’ tersendiri bagi Ayah dan Ibu. Sebut saja, keleluasaan untuk me time dan istirahat sejenak, bisa diandalkan saat harus bekerja lembur, dan sebagainya. Tapi, drama di baliknya ternyata banyak juga, lho.
Menemukan pengasuh yang cocok bagaikan mencari jodoh
Coba diskusikan dengan teman-teman sesama orang tua, sudah berapa kali gonta-ganti pengasuh dalam setahun? Bila mendapatkan pengasuh yang bisa bertahan setidaknya setahun saja, Ayah dan Ibu sudah sangat bersyukur, kan?
Faktor kecocokan dengan pemberi kerja memang menentukan lamanya pengasuh betah tinggal di rumah kita. Bila merasa tak cocok, bisa saja, lho, pengasuh minta pulang di minggu-minggu awal ia mulai bekerja. Daripada kinerja pengasuh ogah-ogahan, Ayah dan Ibu pun mengikhlaskannya pulang. Sebagai orang tua yang bekerja, keharusan untuk mencari pengasuh pengganti tentu merepotkan, ya!
Perlu pengawasan ekstra saat Ayah dan Ibu tak di rumah
Tentu Ayah dan Ibu sudah pernah melihat beberapa berita tentang pengasuh yang ‘khilaf’ menyakiti anak balita. Tindakan tersebut jelas tercela, tapi coba pikirkan kembali. Kita saja sebagai orang tua terkadang membentak, bahkan ada juga yang sampai khilaf memukul anak yang berulah karena kelelahan atau stres. Bagaimana dengan pengasuh yang notabene orang lain? Apalagi, anak balita rentan mengalami tantrum saat keinginannya tak terpenuhi.
Untuk mengoptimalkan pengawasan, Ayah dan Ibu bisa memasang kamera pengawas di tiap ruangan rumah yang dapat terhubung dengan telepon pintar.
Bila kamu masih tinggal serumah dengan anggota keluarga lainnya, hal itu dapat menjadi nilai plus. Kehadirannya di rumah dapat membantu Ayah dan Ibu mengawasi kinerja pengasuh saat bersama anak.
@sintiadinipakai: (pilih) asisten rumah tangga, tapi tetap diawasi oleh orang tua. Zaman sekarang, Boo-Ibookkk! Saya sering lihat berita aneh-aneh. Jadi, saya takut kalau anak ditinggal berdua sama asisten rumah tangga doang di rumah. Kecuali, ART-nya sudah ikut lama dan sudah bisa dipercaya. Ahhh, tapi tetep saya enggak percaya kalau buat urusan anak. #MaafSayaEmakEmakRempong.
Ekstra sabar menghadapi ketidakcocokan
Mungkin ada kebiasaan pengasuh yang mengurangi kenyamanan Ayah atau Ibu. Misal, kebiasaan minta izin ke luar atau pulang kampung saat hari libur. Padahal, Ayah dan Ibu juga kelelahan setelah lima hari berturut-turut bekerja dan ingin sekali beristirahat. Namun, kalian pun mau tak mau menyanggupinya demi si mbak betah bekerja untuk waktu yang lama.
Ada juga kalanya si mbak terbawa perasaan ketika berselisih paham dengan Ayah dan Ibu. Salah-salah kata lebih jauh, eh, ia malah minta minggat. Kalian pun juga harus lebih sering elus-elus dada dan hati-hati berbicara demi menjaga perasaannya.
@nessania_kairasharing: Anak pertama saya pakai ART. Saya merasa aman dan nyaman, sih. Tapi kalau ia minta pulang dan baliknya mundur-mundur, wah, jadi repot bagi ibu bekerja yang enggak mungkin semudah itu meliburkan diri.
Masih ada risiko lain yang perlu menjadi pertimbangan Ayah dan Ibu. Selengkapnya, baca artikel Risiko Mempekerjakan Pengasuh.
(Febi/ Dok. Pixabay)