Penetrasi internet sudah semakin tajam di banyak negara, termasuk Indonesia. Integrasi penggunaan gadget atau gawai sudah berada di hampir semua kalangan. Dari dewasa, remaja, bahkan anak-anak.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa anak-anak mempunyai kemampuan menyerap yang begitu cepat. Bahkan, bisa dua sampai tiga kali lipat lebih cepat daripada dewasa. Dengan penetrasi internet dan integritas gawai yang bisa mereka dapatkan dengan mudah, bagaimana orang tua menyikapi hal ini, ya?
Halo Parents, apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan dan segala urusan selalu diperlancar, ya.
Parents, dari judul dan prolog singkat di atas, mungkin sebagian dari kita semua masih menebak-nebak nih bahasan kali ini mau mengulas apa.
Jadi gini, berdasarkan berbagai kemajuan teknologi yang sudah ada, pola pengasuhan atau parenting – juga akan berintegritas dengan kemajuan teknologi tersebut.
Oke, untuk mulai ini semua, mari kita cari tahu bersama dari definisinya terlebih dahulu.
Apa Itu Digital Parenting?
Menurut tim peneliti dan penulis yang jurnal ilmiahnya sudah dipublikasikan di UNM, digital parenting merupakan model pola pengasuhan anak yang disesuaikan dengan kebiasaan anak yang begitu akrab dengan perangkat digital.
Ada beberapa kata kunci yang mesti kita tebalkan, yaitu pola pengasuhan dan perangkat digital. Dua kata kunci ini adalah salah satu inti dari digital parenting, di mana pola pengasuhan akan memanfaatkan perangkat digital, dengan tujuan mempercepat atau meningkatkan efektivitas pengasuhan.
Hal ini berkaitan dengan data dari APJII pada tahun 2023 lalu, di mana terjadi peningkatan akses internet dari kalangan anak-anak, khususnya mereka yang berusia 5-12 tahun. Peningkatan ini bahkan mencapai 12,43 persen.
Parents, tapi kita juga sama-sama mengetahui bahwa pemakaian gawai atau gadget dengan akses internet oleh anak layaknya pisau bermata dua. Sisi pertama akan membawa berbagai manfaat, tetapi sisi kedua juga akan membawa dampak yang kurang baik.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Proaktif adalah jawabannya. Proaktif yang seperti apa? Berikut yang bisa kita ketahui sebagai orang tua:
- Sebagai orang tua, kita bisa memastikan saat anak menggunakan gawai dengan akses internet itu dimanfaatkan untuk belajar atau pengembangan diri.
- Memberitahu anak, mengayomi, dan membimbing penggunakan perangkat teknologi adalah salah satu kebutuhan mereka di masa depan.
- Adanya parental control yang aktif dilakukan oleh Parents.
- Membuat regulasi waktu penggunaan gawai dengan akses internet tersebut.
- Mengawasi dan bertanggung jawab penuh penggunaan gawai dan akses internet oleh anak.
Jika kita telisik bersama ya, Parents – kalau integritas penggunaan gawai dengan akses internet ini adalah kesempatan kita juga untuk terus belajar. Sehingga, kita pun paham dengan apa yang anak lakukan.
Terkadang, gap atau jarak muncul saat anak begitu fasih menggunakan gawai dan akses internet yang terlihat tidak ada boundaries dalam penggunaannya – membuat orang tua merasa jauh tertinggal.
Terlebih tidak mau mengikuti alias tidak mau belajar, setidaknya sampai kita tahu anak sedang melakukan apa di gawainya. Apalagi ditambah dengan rasa selalu benar karena telah menjadi orang tua dan tahu segalanya. Duh, Parents – kalau seperti ini, ya tidak baik juga ya.
Karena risiko yang akan dihadapi pasti dari dua sisi. Dari sisi kita sebagai orang tua yang tertinggal, dan sisi anak yang sudah melesat. Jarak akan semakin besar dan semakin jauh, di mana ini akan jadi tembok halangan super besar antara orang tua dan anak.
Nah, dari tambahan insight tersebut, salah satu hal yang tidak kalah fundamental adalah:
Keterbukaan Dalam Komunikasi
Jarak bisa membuat informasi tidak tersampaikan dengan jelas. Hal ini bisa jadi salah satu akar masalah yang akan Parents adalah pada konteks digital parenting.
Maka dari itu, komunikasi yang terbuka, dengan landasan open minded mindset yang juga tidak keluar dari values yang penting dan bersifat principal – harusnya menjadi bagian yang tidak terlepas dari digital parenting atau konteks apapun.
Keterbukaan dalam komunikasi tidak hanya dilatih saat anak atau orang tua sedang pegang gawainya masing-masing. Justru, komunikasi yang terbuka biasanya akan terjalin saat memang tidak sedang pegang gawai atau gadget.
Sehingga, salah satu hal yang bisa dilakukan oleh Parents adalah proaktif dalam mengajak anak untuk melakukan aktivitas di dalam atau di luar rumah. Keseimbangan aktivitas perlu terjadi, Parents. Hal inilah yang secara tidak langsung akan membuat the unseen regulation untuk anak dalam penggunaan gadget.
Harapannya, secara sadar – anak pun tidak hanya terpaku pada gadget-nya saja, tetapi juga bergantung dengan aktivitas lainnya. Di sini, semoga keseimbangan yang diharapkan akan terjadi ya, Parents.