Para ibu yang pernah menghadapi anak rewel karena demam pascavaksinasi pasti masih ingat gimana rasanya. Yap, demam tinggi dan nyeri di bagian suntikan merupakan KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi) tersering dari vaksinasi DPT-HiB pada anak. Kondisi itu tak jarang membuat ibu harus bergadang dan ekstra sabar menghadapinya. Belum lagi, ada orang sekitar yang menganggap kita ‘tega’ membuat si kecil ‘menderita’ karena KIPI tersebut. Anda menjadi galau memberikan vaksin lengkap kepada anak karena ragam ujian tadi? Coba renungkan dan pelajari lagi fenomena KLB (kejadian luar biasa) difteri yang terjadi belakangan ini.
Berbagai provinsi alami KLB difteri
Dalam kurun Oktober hingga November 2017, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan ada 11 provinsi yang melaporkan KLB difteri. Provinsi-provinsi tersebut, antara lain Sumatra Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Pertengahan November lalu, Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Tangerang juga mengumumkan adanya satu kasus positif difteri. Penetapan status KLB di berbagai provinsi dan kota pun mengindikasikan difteri kembali mewabah di Indonesia. Bahkan dalam pernyataan resmi di situsnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengakui program imunisasi nasional tidak mencapai sasaran.
Gejala penyakit difteri
Difteri tergolong menular dan menimbulkan komplikasi yang mematikan. Penyakit ini menular melalui droplet atau partikel air kecil yang dihasilkan saat seseorang batuk atau bersin. Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan, difteri menimbulkan toksin yang menyumbat saluran napas. Penyakit ini juga menyebabkan berbagai komplikasi lainnya seperti peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah, gagal ginjal, gagal napas, dan gagal sirkulasi.
Vaksin penyakit difteri sebenarnya sudah ada sejak lama dan termasuk dalam berbagai jenis vaksin kombo seperti DPT-HiB, DT, Td (tanpa pertusis), dan DTaP. Semuanya dapat menangkal penyakit difteri, bahkan jenis vaksin seperti DPT-HiB dapat mencegah beberapa penyakit berbahaya sekaligus (difteri, pertusis, tetanus, dan haemophilus influenzae tipe b). Pemerintah juga mewajibkan dan menggratiskan pemberian vaksin seperti DPT-HiB melalui posyandu maupun puskesmas di Indonesia.
“Jadi sebenarnya bukan penyakit baru, penyakit lama yang harusnya sudah hilang dengan vaksinasi, tapi karena ada kelompok-kelompok antivaksinasi yang banyak ini, nggak semua anak lagi yang divaksin jadinya,” ujar Jose.
Vaksinasi untuk imunitas kelompok
Vaksinasi memang upaya terbaik untuk melindungi anak dari penyakit berbahaya. Berdasarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat), pemberian vaksin difteri yang lengkap diperkirakan dapat 97% melindungi kesehatan dari penyakit tersebut.
Selain itu, semakin banyak orang yang menerima vaksin penyakit tertentu, semakin kebal pula suatu komunitas terhadapnya. Kondisi ini disebut herd immunity. Bahkan, segelintir individu yang tidak menerima vaksin seperti bayi baru lahir dan penderita penyakit kronis tetap terlindungi karena adanya herd immunity. Ini lantaran penyakit bersangkutan memiliki peluang kecil untuk menyebar di antara komunitas tersebut.
Mengutip UNICEF dalam situsnya, “vaccination is one of the world’s most powerful tools for saving children’s lives.” Vaksinasi bisa dibilang wujud kasih sayang kita sebagai orang tua demi mengusahakan perlindungan terbaik bagi buah hati. Jadi, enggak perlu gentar lagi menghadapi KIPI si kecil, ya. Lebih baik demam untuk menjadi kebal dengan vaksinasi daripada demam karena penyakit, kan?
Referensi:
- BBC Indonesia
- IDAI
- CDC
- UNICEF
(Febi/Dok. Pixabay)