Bumin Parentalk Nucha Bachri pernah cerita kepada saya, anak sulungnya pernah nyeletuk kalau ada gempa, ia akan bersembunyi di bawah meja. Loh, gimana ceritanya anak belum tiga tahun kok bisa tau? Padahal, Nucha enggak pernah mengajarkan putrinya yang bernama Ayra itu soal gempa.
“Gara-gara waktu itu kita mau ke Bali, terus batal. Lalu aku bilang Ayra, ‘Enggak jadi ke Bali, ya. Soalnya Bali lagi gempa.’ Terus, dia jawab, ‘Ayra ngumpet kolong meja aja. Bapak ibu juga ngumpet di bawah meja, ya,” jelas Nucha.
Ia pun menanyakan Ayra mengenai sumber pengetahuannya tersebut. Ternyata, Ayra tahu dari tayangan Baby Bus di YouTube. Wow, ternyata screen time tidak selalu negatif, ya!
Saya pun menarik kesimpulan, sebenarnya kita sudah bisa mengajarkan anak usia prasekolah tentang mitigasi bencana, lho. Tentunya, kita harus menjelaskannya dengan bahasa yang amat sederhana.
Nah, berikut saya rangkum beberapa cara menjelaskan tips keamanan saat gempa ke anak prasekolah.
Dos
Menonton tayangan edukasi soal gempa
Setelah mendengarkan cerita Bumin Nucha, saya pun iseng menerapkannya ke anak. Saya coba memperkenalkan video Baby Bus yang berjudul “Earthquake Safety Tips Song” kepada si kakak yang kini berusia 3 tahun. Hasilnya, ia minta video tersebut diputar berulang-ulang karena memang animasinya cute dan lagunya enak didengar. Si kakak juga langsung paham dan mempraktikkan tipsnya. Misal, ia membawa-bawa bantal di atas kepalanya lalu berlindung di bawah meja makan.
Ternyata, Baby Bus ini punya banyak video mitigasi bencana dalam bentuk lagu, cerita, sampai games. Jadi, menurut saya, screen time-lah cara termudah dan efektif untuk mengenalkan seluk-beluk gempa dengan cara yang mudah dimengerti oleh anak. Tapi, Ayah dan Ibu tetap perlu menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang sederhana agar lebih mudah dipahami Si Kecil, ya.
Bercerita
Jika Si Kecil sudah mendapatkan gambaran mengenai gempa lewat tayangan video, kamu dapat mengulasnya kembali bersama Si Kecil lewat bercerita. Contohnya dengan membacakan buku cerita atau mendongeng tentang gempa.
Kamu juga dapat mengilustrasikan proses terjadinya gempa lewat puzzle. Misalnya, bumi memiliki kepingan-kepingan seperti puzzle. Kita menyebut kepingan-kepingan itu lempeng tektonik. Kepingan-kepingan tersebut selalu bergerak, biasanya dengan lambat sehingga sering tak terasa. Gempa terjadi ketika kepingan-kepingan ‘puzzle’ itu menabrak satu sama lain.
Selain itu, gunakan puzzle untuk menggambarkan jenis-jenis guncangan gempa mulai dari ke kanan-kiri, ke atas dan ke bawah, sampai bergelombang.
Lewat bercerita, penjelasan gempa pun dapat lebih interaktif.
Menyiapkan tas siaga bencana
Jika anak sudah memahami konsep kegawatdaruratan, kamu dapat mengajaknya menyiapkan tas siaga bencana bersama-sama. Libatkan ia ketika mengumpulkan barang-barang yang perlu dimasukkan. Seperti kotak P3K, masker, peluit, radio portabel, pakaian, jaket, senter, makanan kemasan, botol berisi air minum, dan sebagainya.
Bermain simulasi gempa
Yuk, ajak anak bermain simulasi gempa. Misal, jika Si Kecil berusia tiga tahun, kamu bisa mengajaknya bermain simulasi gempa. Ajak ia bermain pura-pura seolah rumah kalian sedang dilanda gempa. Lalu, sembari bermain simulasi, tanyakan padanya hal-hal yang harus dilakukan dan buatlah alur cerita bersama saat gempa terjadi, pascagempa, sampai proses evakuasi. Di sela-sela permainan, kamu pun dapat mengingatkan atau menambah wawasan baru seputar tips keamanan seputar gempa.
Don’ts
Hindari menunjukkan rekaman video peristiwa bencana sebenarnya kepada anak. Himbauan ini beririsan dengan pendapat penulis Teddy’s TV Troubles, Dr. Joanne Cantor, perihal ketakutan anak terhadap cuaca buruk. Menurut Cantor, anak dapat beranggapan bahwa peristiwa cuaca buruk yang mereka lihat di televisi dekat dengan rumahnya.
“Anak-anak tidak membutuhkan usaha untuk memahami bahaya itu (cuaca buruk yang disaksikan),” jelas Cantor seperti dilansir Fatherly.
Pendapat Cantor pun senada dengan pengalaman Putu Dyah, ibu dari balita kembar yang berusia 22 bulan.
“Waktu habis tsunami di Palu, anak gue lihat videonya dan dia ketakutan. Awalnya bingung, anak apa berasa ya, kalau (tsunami) itu seram?” jelas Dyah.
Menurut Cantor, anak-anak prasekolah dan usia sekolah paling rentan terhadap ketakutan akan cuaca buruk. Mereka pun tidak memiliki kemampuan untuk memahami bahwa ada faktor waktu dan jarak yang terlibat dalam sebuah pemberitaan cuaca.
Pada kondisi tertentu, ketakutan terhadap bencana atau cuaca buruk mungkin sudah menghantui pikiran Si Kecil. Bagi anak yang sensitif akan hal tersebut, sampaikanlah bahwa keluarga kalian sudah memiliki persiapan. Misal, dengan memberi tahunya bahwa ada kemungkinan yang akan membuatnya aman. Seperti ketersediaan tas siaga bencana dan rencana mengenai tempat berlindung di dalam rumah. Menurut Cantor, Ayah dan Ibu pun dapat bermain peran dan menjadikannya bagian dari rutinitas harian bila anak masih ketakutan.
Yakinkan Si Kecil juga bahwa Ayah dan Ibu akan selalu berusaha membuatnya aman apapun yang terjadi.
Ketika menerapkan cara-cara di atas, ketahui juga Informasi yang Perlu Disampaikan Si Kecil tentang Gempa, ya!
Referensi: Trinka and Sam The Day the Earth Shook oleh Chandra Ghosh Ippen dkk.
(Febi/Dok. Shutterstock)