Apakah kamu tahu manfaat bermain puzzle dan tebak-tebakan? Keduanya sama-sama mengasah visual closure alias kemampuan visualisasi. Yaitu, kemampuan untuk mengenali simbol, bentuk, atau objek meski terlihat sebagian saja. Dengan kata lain, visual closure memungkinkan otak kita melengkapi bagian-bagian yang kurang lengkap dari suatu hal.
“Sultinya memabca kliamat nii. Untnugnya otka kita dpaat memaknia artniya.”
Apakah kamu dapat memahami kalimat di atas? Kebanyakan orang dewasa pasti mampu menangkap isi pesannya meski huruf-hurufnya tertukar. Begitu juga ketika membaca isi pesan yang typo, terkadang kita dapat mengoreksinya sendiri dalam hati.
Memudahkan si kecil membaca cepat
Menurut Spesialis Pendidikan Anak Usia Dini Rosalynn dari Montessori Haus Asia, kemampuan visualisasi mengasah kecepatan anak membaca. Visual closure membuat si kecil dapat mengidentifikasi secara cepat sight words atau kata-kata yang sering ia jumpai dalam kesehariannya.
“(Bahkan) ketika belum selesai mengeja sampai akhir, dia sudah tahu itu kata apa. Terkadang kita juga begitu. Kita buru-buru (membaca), tapi kita tahu itu sebetulnya katanya apa,” jelas Rosalynn.
Serunya bermain tebak gambar
Permainan tebak-tebakan dan puzzle pun dapat melatih visual closure. Lalu, permainan tebak-tebakan seperti apa yang dimaksud?
“Pasti kita pernah lihat kuis yang gambarnya itu cuma matanya, tapi kamu tahu siapa dia atau kuis-kuis yang menampilkan foto hanya sebagian, tapi kamu tahu itu foto apa, (misal) foto hewan atau benda. Anak-anak pun bisa kita ajak bermain seperti itu untuk objek-objek yang pernah kita kenalkan pada mereka. Itu kan fun buat mereka,” jelas Rosalynn.
Ibu bisa juga mengajak anak untuk menebak sosok pada gambar. Misal, ada hewan yang bersembunyi di balik batu dan ‘antena’-nya saja yang terlihat. Ternyata itu adalah si semut. Ada pula hewan di balik dedaunan dan hanya terlihat ekornya. Oh, itu adalah si kucing, misalnya.
Yap, anak tak hanya bermain, tapi juga melatih kemampuannya memvisualisasikan sesuatu.
Bermain puzzle secara bertahap
Begitu pun dengan puzzle yang juga memperkuat visual closure. Dengan bermain puzzle, anak harus mempunyai bayangan tentang bentuknya. Pilihlah puzzle khas Montessori karena memiliki kerangka yang lebih jelas juga pegangan (knob) pada tiap kepingannya.
Pada puzzle Montessori, anak harus menjajal beragam tingkat kesulitan secara bertahap untuk sampai pada puzzle konvensional. Misal, sebagai permulaan, anak bisa memainkan puzzle dengan satu benda atau satu kepingan saja.
Selain bermain puzzle dan tebak-tebakkan, kamu juga bisa mengajak anak menghubungkan titik-titik yang nantinya membentuk sebuah gambar, lho. Permainan ini juga bisa melatih kemampuan visual anak.
Mengisi letter boxes
Ketika usia anak sudah lebih besar dan mampu membaca, tantang ia untuk menuliskan sight words yang diucapkan dalam kotak-kotak yang menyesuaikan bentuk huruf (letter boxes). Kotak-kotak ini akan memudahkan si kecil melihat kata secara menyeluruh ketimbang deretan huruf saja.
“Misalnya, anak diminta menuliskan kata ‘say.’ Ia akan mencoba membayangkan kata ‘say.’ Anak tahu ‘s’ dan ‘a’ itu rendah, tapi ‘y’ ternyata sesuatu yang memanjang ke bawah bukan meninggi ke atas. Ini sebagai sebuah petunjuk buat anak-anak bagaimana mereka bisa menulis setiap alfabet itu dengan benar. Hal ini tentu tidak lepas dari kemampuan anak-anak menguasai fonetik atau bunyi dari alfabet tersebut,” jelas Rosalynn.
Jika memiliki kemampuan visualisai yang baik, ia akan cepat sekali menuliskan kata-kata yang diucapkan.
Dampak kemampuan visualisasi tidak terlatih
Bagaimana jika si kecil tidak memiliki kemampuan ini? Menurut Rosalynn, anak biasanya menjadi lambat dan frustrasi dalam hal membaca. Mereka akan terus memikirkan caranya membaca.
“Dia bisa membaca, tapi membutuhkan waktu lama buat mereka untuk mengeja satu per satu,” tambah Rosalynn.
Selain visual closure, masih ada empat kemampuan lainnya yang penting dimiliki oleh si kecil sejak dini untuk belajar membaca. Sebut saja, kemampuan menangkap bentuk, ingatan visual, ketetapan bentuk, dan diskriminasi visual. Baca juga artikel lain yang membahas keempatnya, ya!
(Febi/Dok. Shutterstock)