Rasa pada dalam diri manusia sepertinya sudah berpasang-pasangan, seperti rasa berani juga diiringi dengan rasa takut.
Idealnya, rasa berani adalah rasa yang diinginkan banyak orang. Tetapi, tidak ayal rasa berani ini juga diawasi oleh rasa takut. Sayangnya, banyak yang mempermainkan rasa takut, alih-alih mengeluarkan keberanian.
Kita yang sudah dewasa saja, sepertinya sangat berhati-hati dengan satu pasang rasa ini. Tidak sembarang memainkan dua rasa tersebut karena efeknya begitu luar biasa. Apalagi jika efek ini adalah perpanjangan dari rasa takut.
Akan luar biasa lagi efeknya jika hal-hal ini terjadi kepada anak kita. Anak-anak masih kerap kesulitan untuk mengatur emosi atau rasa di dalam dirinya. Sayangnya, secara tidak sadar, kita terkadang menggelindingkan efek bola salju sedari dini, sehingga efeknya begitu besar.
Anak jadi penakut.
Orang tua mana yang mendamba anaknya menjadi seorang penakut? Sepertinya rasa takut begitu diremehkan, tidak menjadi idola atau lainnya. Padahal, kita perlu rasa takut. Kita perlu rasa takut untuk mengatur rasa dan emosi lainnya.
Tapi, bukan berarti rasa takut ini bisa dimainkan, alih-alih menuruti aturan.
Duh, udah sepanjang ini, sepertinya ada yang lupa deh. Betul! PakDe Min belum sapa Parents, nih. Hai hai Parents. Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan yang baik, serta segala urusan bisa dipermudah dan diperlancar. Amin.
Parents, dari judul dan prolog di atas, jika tebakan Parents bahasan kali ini akan panjang, tebakan kalian benar sekali!
Topik di bahasan kali ini begitu dekat dengan kita Parents. Bahkan, kerap terjadi di keseharian kita semua. Tetapi, mempunyai efek snowball yang luar biasa, jika tidak ditindaklanjuti dengan tepat. Memangnya, tentang apa sih?
Anak menjadi penakut.
Pada Kenyataannya…
Disadari atau tidak, terkadang pada situasi tertentu, orang tua atau para pengasuh kerap menakuti anak dengan dalih untuk menuruti aturan.
Misalnya:
- menakuti akan dimakan monster jika tidak tidur tepat waktu
- menakuti akan ditinggal jika tidak cepat pakai baju
- atau bahkan menakuti tidak lagi diberi makan saat anak makannya tidak habis
Lho, itu kan bukan menakuti, tapi mendidik.
Mungkin sebagian dari kita berpikiran seperti itu, tapi Parents – jika tujuannya mendidik, ada banyak cara untuk mendidik anak, tetapi tidak menakuti.
Pertanyaan selanjutnya, apakah efektif mendidik anak dengan menakutinya?
Parents, perlu kita ketahui bersama bahwa menakuti anak dengan intensitas tinggi, membawa efek tersendiri, dan efek ini bisa berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Setidaknya, anak-anak bisa mengalami rasa takut yang nyata, bahkan berlebihan sampai tidak rasional.
Di sisi lain yang beriringan, rasa cemas berlebihan yang dirasakan anak juga akan meningkat.
Dilansir dari Kompas, menurut Dokter Spesialis Anak Kurniawan Satria Denta, menakuti anak mengarahkan mereka menjadi pribadi yang penakut.
Senada dengan Dr. Kurniawan, Psikolog Anak dan Keluarga Samanta Elsener juga mengungkapkan bahwa menakuti anak akan membuatnya tidak punya keberanian untuk melakukan berbagai hal – dan ini berbahaya jika anak semakin besar.
Berpengaruh ke Kesehatan Mental
Parents, salah satu snowball yang besar dari menakuti anak adalah gangguan kesehatan mentalnya.
Yayasan Kesehatan Mental yang berbasis di Inggris, menyebutkan rasa takut yang dipupuk terus menerus sehingga kondisinya semakin parah dan berlangsung lama, akan menjadi salah satu akar masalah kesehatan mental.
Hal ini selaras dengan publikasi data yang ada di laman publikasi Universitas Gadjah Mada. Hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian National Adolescent Mental Health Survey, menemukan 1 dari 3 remaja di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental.
Melihat lebih dalam hasil penelitian tersebut, mayoritas remaja Indonesia mengalami gangguan cemas. Gangguan cemas ini adalah gabungan dari fobia sosial dan gangguan cemas secara menyeluruh. Nah Parents, begitu berkaitan dengan penjelasan di atas, kan?
Sehingga kita paham sekarang bahwa menakuti anak adalah salah satu akar kuat untuk gangguan kesehatan mental.
Lalu, Harus Bagaimana?
Parents, kita sama-sama memahami kalau menakuti tadinya adalah salah satu bagian dari proses mendidik. Tetapi, efeknya sampai seperti itu – apakah mau kita teruskan atau pertahankan proses mendidik yang seperti itu?
Salah satu alternatif selain menakuti adalah memberi pemahaman yang komprehensif.
Misalnya, untuk persiapan pakai baju yang harus cepat karena mengejar waktu.
Kita sebagai orang tua, bisa memberi penjelasan kalau tidak cepat, akan terlambat, dan jika terlambat – akan menerima beberapa kerugian. Mungkin, secara umum kita bisa melihat anak tidak begitu mengerti akan hal tersebut.
Tetapi, manifestasi yang komprehensif punya efek yang bagus nantinya – anak bisa paham secara menyeluruh tiap hal, termasuk masalah.
Parents, kita juga memahami kalau hal-hal seperti ini adalah pilihan. Tetapi, pastinya kita ingin yang terbaik untuk anak dan juga tumbuh kembangnya. Setuju Parents?