Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Secara umum peribahasa ini menunjukan kemiripan antara orang tua dan anaknya. Kemiripan yang mudah terlihat biasanya mulai dari sifat, tingkah laku dan kebiasaan. Hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dapat memengaruhi kepribadian anak.
Hal menarik dari pembahasan ini adalah tentang sosiologi gender yang masih jarang dibahas secara mendalam. Maskulinitas dan feminitas adalah bagian dari setiap identitas semua orang, yang kemungkinan juga bisa diturunkan ke generasi selanjutnya.
Seperti peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, apakah anak laki-laki akan meniru maskulinitas ayah mereka?
Empat professor di Australia mengadakan studi dan riset untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Mereka mendapatkan hasil yang menarik bahwa, anak laki-laki cenderung akan meniru atau mengikuti maskulinitas dalam bentuk tradisional yang ditunjukan oleh ayah mereka.
Maskulinitas dalam bentuk tradisional adalah identitas atau karakter yang punya kepercayaan kuat akan superioritas yang dimiliki oleh laki-laki. Tidak hanya itu, maskulinitas tradisional juga cenderung ditunjukan dengan perilaku keras yang penuh dengan risiko.
Hasil dari studi dan Riset
Dengan memerhatikan beberapa faktor lain yang akan memengaruhi ekspresi maskulinitas dari anak laki-laki seperti: usia, tingkat pendidikan, orientasi seksual, agama, pendapatan rumah tangga, sampai tempat tinggal – hasilnya cukup jelas, bahwa anak laki-laki yang cenderung mempunyai maskulinitas tradisional juga memiliki ayah yang mempunyai identitas maskulinitas seperti itu.
Dengan skala skor 0-100 dan rata-rata nilai berada di angka 44,1 untuk anak laki-laki dan 41 untuk para ayahnya – menunjukan bahwa anak laki-laki cenderung mengikuti maskulinitas tersebut seperti yang ditunjukan oleh ayah mereka sebelumnya.
Fakta menarik yang bisa diambil adalah kenyataan identitas sosiologi gender seperti maskulinitas dari orang tua bisa ditiru oleh anak laki-laki. Sehingga, insight yang juga bisa diambil adalah bagaimana cara baru orang tua sekarang ini memperlihatkan maskulinitas mereka.
Perilaku kasar yang berisiko tinggi adalah bentuk maskulinitas tradisional yang sekarang ini harusnya mengalami banyak penyesuaian. Di zaman ini, sepertinya para orang tua tidak lagi perlu menggunakan kekerasan dalam mengajar anak.
Pada faktanya, adanya kekerasan dalam mengajar anak hanya akan memberikan mereka pengalaman yang kurang menyenangkan – dengan kekhawatiran mereka juga akan berperilaku seperti itu untuk generasi selanjutnya.
Insight
Maskulinitas banyak bentuknya. Tidak lagi perlu menggambarkan maskulinitas tradisional untuk anak laki-laki di zaman ini. Sebagai penggantinya, para orang tua – khususnya para ayah, memerlukan literasi yang lebih luas, sehingga mampu menunjukan berbagai bentuk maskulinitas baru yang lebih modern.
Langkah Selanjutnya Adalah
Secara fundamental – anak laki-laki akan merasa kalau dia adalah sosok laki-laki dewasa dengan menunjukan apa yang telah ditunjukan sebelumnya dari sosok ayahnya.
Akan tetapi pada prakteknya, seorang ayah bukan satu-satunya sosok yang bisa memberikan dampak ke anak laki-lakinya. Banyak faktor yang akan memengaruhi sikap dan kebiasaan anak laki-laki, seperti lingkungan sekolah, lingkungan main, dan lainnya.
Sehingga, catatannya adalah menjadi orang tua di zaman ini perlu banyak menggali literasi yang akan diolah menjadi bekal baru atau maskulinitas modern untuk si anak. Dengan harapan, apa yang ditinggalkan oleh maskulinitas tradisional bukan lagi soal perilaku keras yang berisiko melainkan ketegasan yang mengarah.