Belum lama ini beredar istilah baru yang membuat kita bertanya-tanya, yaitu child grooming. Mungkin buat sebagian Parents, istilah ini bukan hal baru, tapi untuk sebagian lagi – mungkin ini adalah hal baru dan perlu kita ketahui bersama.
Hmm, apa itu child grooming?
Sebelum kita membahas topik ini lebih dalam, kita mau sapa Parents dulu nih. Halo Parents, apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kondisi kesehatan yang baik dan juga segala urusan selalu diperlancar dan dipermudah ya, Amin.
Jadi Parents, di bahasan kali ini, kita akan mengulas tentang child grooming. Belakangan ini, fenomena child grooming menjadi salah satu isu yang cukup mengkhawatirkan para orang tua. Pasalnya, child grooming tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi bisa juga secara digital atau dunia maya.
Dilansir dari Kompas, child grooming adalah bentuk tindakan manipulatif yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan kepercayaan anak dengan tujuan tertentu, biasanya tujuannya terkait eksploitasi. Tindakan manipulatif ini cukup bias karena dibungkus dengan kasih sayang.
Menurut Ahli…
Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga Farraas Afiefah Muhdiar, mengatakan jika orang tua mendapati anak menjadi korban child grooming, orang tua sebaiknya lebih mendekatkan diri kepada anak terlebih dahulu. Tujuannya, agar anak mau keluar dari lingkarang hubungan tersebut.
Banyak orang tua yang bingung harus bagaimana ketika mendapati anaknya terjerumus di dalam hubungan child grooming. Biasanya, anak pun defensif terhadap hubungan tersebut. Ini berkaitan dengan bias yang sudah disebutkan sebelumnya – tindakan manipulatif itu dibungkus dengan kedok kasih sayang.
Salah satu langkah fundamental untuk orang tua yang merasa tidak dapat menjangkau anak yang sudah di dalam kondisi child grooming adalah meminta bantuan ke professional atau ahli seperti psikolog.
Dilansir dari Kompas, meminta bantuan psikolog memerlukan kesadaran tinggi, di mana proses ini membutuhkan waktu dan pendekatan yang sangat hati-hati.
Ini berkaitan dengan fakta di mana anak yang menjadi korban child grooming tidak menyadari kalau dirinya tengah dimanipulasi atau dimanfaatkan. Jadi, perlu pendekatan yang sangat perlahan namun persuasif.
Parents, kita sebagai orang tua di mana mendapati anak tengah menjadi korban child grooming, tidak bisa straightforward berkata “hei, kamu tuh sedang ditipu!”.
Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa langkah yang lebih halus untuk bicara kepada anak, seperti:
- “Nak, apakah kamu merasa nyaman dengan apa yang diminta orang itu?”
- “Kamu sudah memikirkan konsekuensi kirim foto-foto seperti itu?”
- “Nak, kalau seandainya foto kamu yang seperti itu beredar, kamu sudah paham apa dampaknya terhadap diri kamu?”
Menurut Farraas, pertanyaan-pertanyaan seperti itu mempunyai potensi untuk membangkitkan kesadaran anak terlebih dahulu. Kesadaran ini jadi fundamental untuk langkah-langkah strategis selanjutnya.
Dukungan Penuh Orang Tua
Dalam upaya penyadaran tersebut, pendampingan orang tua juga menjadi salah satu kunci suksesnya. Parents, kita perlu dampingi anak yang tengah menjadi korban child grooming. Kita perlu mempunyai pendekatan yang penuh kesabaran, penuh empati, dan tidak blaming anak karena perbuatannya.
Hal ini juga bertujuan untuk benar-benar menyadarkan anak untuk selanjutnya tidak melakukan hal yang serupa. Penghakiman pada anak dalam kondisi seperti ini malah akan membuat dirinya terpojok, yang akhirnya mengeluarkan sifat defensif.
Hindari menuduh ya, Parents.
Nah, jadi seperti itu ya Parents. Sebenarnya, pendekatan seperti ini tidak hanya bisa diterapkan pada anak yang tengah jadi korban child grooming. Bisa diterapkan di kondisi anak yang kerap mengeluarkan sikap yang defensif.
Akan tetapi, jika kondisi anak sepertinya sudah semakin parah, meminta bantuan terhadap psikolog, psikiater, atau para ahli lainnya adalah langkah yang bijak untuk kita sebagai orang tua.