Teknologi yang semakin maju membuat kita sebagai orang tua cepat sekali menerima informasi baru terkait parenting. Hal ini tentu menjadi keuntungan untuk kita ya Parents.
Akhir-akhir ini, informasi baru terkait parenting dalam bentuk istilah kerap bermunculan. Nah, yang baru muncul kali ini adalah brain rot. Istilah ini tengah sering digunakan di kalangan anak muda.
Parents sudah tahu tentang brain rot? Kalau belum, tidak apa Parents, di bahasan kali ini, kita akan mengulas apa itu brain rot. Sekarang, sila simak bahasan kali ini sampai habis ya.
Apa Itu Brain Rot?
Brain rot adalah istilah yang menggambarkan obsesi berlebihan. Dua suku kata dalam Bahasa Inggris ini mempunyai arti otak untuk kata brain dan membusuk untuk kata rot. Nah, konteks menggunakan istilah ini adalah situasi di mana seseorang terlalu terpaku oleh sesuatu akibat konsumsi konten digital yang berlebihan, sampai otaknya “membusuk”.
Mungkin ini terbaca konyol ya Parents, tetapi jika kita telisik lagi, istilah ini mempunyai makna yang lebih dalam, apalagi jika kita kaitkan dengan perkembangan anak.
Menurut Ahli…
Dilansir dari Kompas, Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., brain rot adalah istilah untuk suatu kondisi di mana otak seseorang terpaku dalam satu aktivitas yang monoton.
Menurut Vera, seseorang yang sudah terpaku pada aktivitas yang monoton, rentan membuat otaknya tidak lagi tertantang untuk berkembang, berpikir kritis dan sebagainya.
Nah, salah satu yang membuat banyak orang termasuk anak-anak untuk terjebak di aktivitas yang monoton adalah scrolling media sosial.
Percaya atau tidak ya Parents, scrolling media sosial bisa dilakukan berjam-jam, sampai mengganggu aktivitas lainnya. Parents bisa memeriksa seberapa lama kita atau anak melakukan scrolling media sosial di laporan penggunaan smartphone atau gawai lainnya dari dalam gawai tersebut.
Biasanya, jika Parents menyalakan notifikasi, setiap akhir minggu akan ada laporannya, sudah seberapa lama melakukan aktivitas di media sosial dan lainnya.
Parents, scrolling sosial media terlalu lama dan berulang bisa menyebabkan penurunan kemampuan otak dalam beradaptasi dengan hal baru, bahkan ini bisa menghambat perkembangan kognitif secara keseluruhan.
Masih menurut Vera, anak-anak sejatinya belum bisa menerima atau mencerna konten di media sosial dan sayangnya konten di dalam sana cepat sekali berubah dan berganti. Hal ini bisa mengakibatkan otak anak tidak dapat mengelola atau mengkritisi apa yang dilihat sehingga informasi yang hanya tertumpuk begitu saja.
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Parents?
Parents, kita perlu berupaya untuk menghindarkan anak dari brain rot. Kita tahu bahwa media sosial sangat cerdik untuk menjebak siapapun termasuk anak-anak untuk berlama-lama di dalamnya.
Salah satu langkah yang bisa Parents lakukan adalah ajak anak melakukan aktivitas lain. Sebisa mungkin, aktivitas tersebut lebih menarik, produktif, dan juga bermanfaat bagi tumbuh kembangnya.
Memang ini menuntut kreativitas kita Parents, tetapi untuk anak pasti kita bisa melakukannya. Aktivitas di luar rumah juga disarankan – asalkan anak tidak menggunakan smartphone atau gawai serupa Parents.
Berjalan-jalan di sekitar rumah, jalan-jalan ke taman, atau ke playground yang berisikan aktivitas fisik, menjadi rekomendasi yang bisa Parents lakukan.