“Crying helps me slow down and obsess over the weight of life’s problems.” ―Sadness to Joy
Ayah dan Ibu pernah menonton film Inside and Out? Sadness (kesedihan) adalah satu dari lima emosi yang berada dalam pikiran sang karakter utama, Riley Anderson. Sadness jarang sekali digunakan karena Joy (sukacita) yang merupakan bos di antara mereka bersikeras agar Riley tidak pernah merasa sedih meski ia membutuhkannya.
Padahal, Sadness memiliki peran penting untuk memberi tahu yang lain kala Riley membutuhkan bantuan dengan menyalurkan kesedihan. Tujuannya agar ia dapat melepaskan perasaan tersebut dan menemukan kebahagiaan.
Inilah pentingnya membiarkan anak menangis untuk menyalurkan emosi. Apalagi, upaya untuk membungkam tangisan si kecil justru dapat berdampak terhadap perkembangan emosi, bahkan kesehatannya.
Tangisan baik untuk menyalurkan emosi anak
Penyuluh pengasuhan anak di Inggris Raya, Roma Kitty Norriss berpendapat, semua perilaku anak yang dianggap di luar batas seperti menangis sesungguhnya didorong oleh emosi. Bila mereka mendapatkan perhatian yang baik dari Ayah atau Ibu, ia akan berperilaku manis kembali.
“Dengan secara aktif mendorong anak-anak kita untuk menangis ketika membutukannya, mereka tak hanya menyalurkan perasaan yang menyakitkan, tetapi juga merasa lebih terkoneksi dengan orang tuanya. Cara kita mendengarkan anak akan meredakan perasaan tersebut atau membantu mereka menghayati perasaannya,” jelas pendiri situs Birthing A Better World itu seperti dilansir Huffington Post.
Menangis menyehatkan
Ketika anak mulai menangis, sesungguhnya mereka memanfaatkan sistem kekebalan tubuhnya. Menurut Norriss, kita dapat menyalurkan seluruh ketegangan saat terluka secara fisik maupun emosional lewat tangisan, tawa, amukan, atau tubuh yang gemetaran, ketimbang menyimpannya dalam tubuh.
“Inilah cara tubuh memproses dan melepaskan perasaan. Kebanyakan dari kita tidak melakukan ini dengan sering karena diminta untuk ‘tidak menangis’ sejak kecil. Tapi, anak-anak kita masih memiliki sistem kekebalan tersebut secara utuh,” jelas Norris.
Efek jangka panjang membungkam tangisan
Kebiasaan membungkam tangisan sejak kecil juga dapat berdampak pada kesehatan jangka panjang. Menurut situs kesehatan Hello Sehat, pikiran dan perasaan negatif yang dipendam sendiri secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.
Energi negatif yang tersimpan itu dapat menggangu fungsi organ tubuh termasuk otak. Dampaknya, antara lain meningkatkan risiko penyakit dan kematian juga rentan terhadap peradangan.
Hal ini salah satunya dibuktikan oleh Benjamin P. Chapman dkk. lewat penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Psychosomatic Research. Yakni, kebiasaan memendam emosi dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Temuan ini juga menguatkan penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara emosi negatif, seperti marah, cemas, dan depresi dengan pengembangan dari penyakit jantung (Kubzansky dan Kawachi, 2000).
Selain baik bagi kesehatan, tangisan juga melatih anak untuk belajar menata emosinya. Karena itulah, orang tua sebaiknya menghindari upaya mendiamkan si kecil saat menangis. Penjelasan lebih jauh bisa kamu simak di artikel Pentingnya Membiarkan Anak Menangis.
Referensi:
- “20 Things To Say To Your Child Instead Of “Don’t Cry”” pada Huffington Post
- “Hati-hati Bahaya Memendam Emosi” pada Hello Sehat
- “Emotion suppression and mortality risk over a 12-year follow-up” pada Journal of Psychosomatic Research
- “Sadness” pada Disney Wikia
(Febi/Dok. Pixabay)