Sedikit banyaknya kita mengetahui atau pernah melakukan kebohongan dengan bungkus niat yang baik. Istilahnya adalah white lies. Tapi, bohong tetap saja bohong. Apalagi jika kita berbohong pada anak dan mereka mengetahuinya.
Halo Parents, apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan dan segala urusan dilancarkan, ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas, sepertinya sudah terbayang bahasan kali ini akan mengulas apa ya Parents.
Ya, kali ini kita akan membahas soal kebohongan. Kita sebaiknya sama-sama menyetujui kalau apapun kebohongan yang dibuat, tentu akan mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi, kalau misalnya ada yang tidak setuju, pun tidak apa-apa.
Parents, hal pertama yang bisa kita kupas bersama dalam bahasan kali ini adalah kebohongan instrumental.
Apa Itu Kebohongan Instrumental?
Perlu sama-sama kita ketahui bahwa secara definisi, kebohongan instrumental adalah jenis kebohongan yang dilakukan oleh orang tua, dengan tujuan anak bisa berubah atau menjadi lebih menuruti segala perintah.
Misalnya, seperti:
- “Kalau gak mau nurut Bapak, nanti ditangkap polisi!”
- “Habiskan makanannya, ya, kalau tidak nanti diculik sama om itu”
- “Nak, jangan main di situ, hiii ada hantunya!”
Nah, terdengar familiar, ya? Apakah Parents kerap melakukan atau mengucapkan hal-hal seperti di atas?
Dilansir dari detik edu, anak yang dibohongi dengan jenis kebohongan seperti ini, cenderung akan berbohong balik pada orang tua. Ironinya, bahkan mereka cenderung juga tidak tahu habis dibohongi.
Menurut Hasil Riset…
Kecenderungan anak untuk melakukan kebohongan serupa ditemukan dan dijelaskan oleh tim peneliti dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Dengan penelitian yang melibatkan 564 pasangan orang tua sebagai responden, hasil dan temuannya dicatatkan di Journal of Experimental Child Psychology.
Tim peneliti dari NTU menjelaskan bahwa anak mempunyai cara tersendiri untuk mengembangkan perilaku bohongnya, dan hal ini dipengaruhi oleh cara mereka memahami serta memproses jenis-jenis kebohongan yang anak terima.
Direktur Early Cognition Lab NTU juga menambahkan kalau ketika orang tua membohongi anak, secara tidak langsung, mereka juga mengajarkan caranya berbohong pada anak. Walau kebohongan yang disampaikan mempunyai nilai tidak sampai bahaya, tetapi cara berbohongnya cukup fundamental buat anak.
Janji palsu, kerap menjadi jenis kebohongan yang juga sering dilakukan oleh orang tua. Walau tujuannya untuk menimbulkan emosi positif buat anak, tetapi bohong tetap bohong.
Konsekuensi Kebohongan Orang Tua ke Anak
Sekali lagi, bohong tetap saja bohong. Sehingga, pasti ada konsekuensi dari kebohongan yang telah dilakukan.
Beberapa konsekuensinya:
- Memperburuk hubungan anak dengan orang tua
- Melakukan kebohongan terus menerus
- Tidak percaya pada diri sendiri dan lingkungan
Parents, salah satu fundamental yang perlu diketahui atas kebohongan yang sudah dilakukan adalah anak akan memahami kalau perilaku berbohong itu pantas-pantas saja. Kalau anak sudah sampai tahap ini, kita perlu mengambil langkah yang lebih strategis, seperti pergi ke psikolog untuk mendapat penanganan yang tepat.
Ditahap seperti ini, sudah cukup jelas tergambar bahwa anak mempunyai isu kesehatan mental, terkait kebohongan-kebohongan yang orang tuanya lakukan padanya. Sehingga, kita sebagai orang tua, lagi-lagi perlu punya langkah penting untuk dilakukan.
Nah, Parents – bagaimana? Sudah cukup jelas ya, bahwasanya sekecil atau se-niat baik apapun untuk melakukan kebohongan, bohong tetaplah bohong. Cepat atau lambat, akan membawa dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.