Sudah menikah kok masih nonton film porno? Hmm.. Beberapa waktu lalu Mammin mendapat curhatan dari salah satu Parents yang rumah tangganya mulai nggak harmonis semenjak pasangannya hobi menonton film vulgar.
Sebenarnya nggak ada masalah sih untuk menonton film porno. Asalkan, nggak berdampak pada kualitas hubungan rumah tangga, ya. Namun situasi yang dialami Riri, bukan nama sebenarnya, justru membuat kondisi hubungan dengan suaminya memburuk.
Dari riset yang pernah Mammin baca, adiksi kepada film porno bisa memengaruhi otak seperti kecanduan alkohol atau obat-obatan, serta memiliki efek buruk seperti daya ingat, imajinasi, dll.
Mammin jadi bingung, kenapa ya ada orang yang masih suka nonton film vulgar saat sudah menikah? Apakah itu normal? Seandainya pasangan kita sebelumnya sudah punya kebiasaan nonton film porno, apakah itu masih bisa dimaklumi?
Duhhh.. daripada makin kebingungan, mending Mammin tanya langsung ke psikolog klinis dewasa Ega Alfath M.Psi., Psi. Simak yuk, diskusinya.
Hai Mbak Ega, Mammin mau tanya nih mengenai pasangan yang suka menonton film porno, apakah itu masih bisa dikatakan wajar?
Menonton film porno bersama suami atau istri boleh. Tujuannya sebagai referensi semata. Tapi jika terus menerus menonton film vulgar untuk mendapatkan rangsangan atau kesenangan untuk menyalurkan dorongan biologis, ini yang bermasalah. Apalagi kalau sampai jadi hobi yang artinya kerap dilakukan saat waktu luang. Bisa jadi indikasi awal adanya adiksi pada hal tersebut.
Kalau sudah ada adiksi akan sulit diberhentikan. Nantinya akan mencoba berbagai cara atau alasan untuk tetap melakukannya, terlalu sibuk dengan fantasi seks dari film, kurang bergairah saat bersama pasangan dan malah bisa dilampiaskan dengan orang yang salah.
Ada nggak sih penyebab pasangan kita jadi memilih nonton video porno dibanding curhat langsung ke kita ada masalah apa?
Edukasi seks kurang, sehingga menganggap membicarakan seks dengan pasangan itu menjadi hal yang tabu. Padahal pasangan kita adalah satu-satunya tempat yang pantas bagi kita berdiskusi tentang kebutuhan dan fantasi seks kita.
Alasan lainnya, dorongan seks yang tinggi akibat stres, kepercayaan seks yang salah, atau pasangan yang tidak bisa memenuhinya. Akhirnya dilampiaskan dengan menonton film porno.
Selain itu, lingkungan juga memengaruhi kebiasaan menonton film porno. Jika orang terdekat kita menganggap kebiasaan menonton film vulgar adalah hal yang biasa, jadi menormalkan kebiasaan tersebut
Apakah benar film porno itu lebih banyak disukai lelaki?
Ya, film vulgar banyak dikonsumsi oleh lelaki. Tidak bisa dipungkiri, bagi lelaki seks adalah kebutuhan biologis. Masuk ke kebutuhan dasar. Jika itu tidak terpenuhi dengan baik, tidak punya keyakinan yang membantu dirinya menahan dan mengelola dorongan seks, lalu tidak terbuka pada pasangan atau mengedukasi diri dengan benar, maka dorongan itu bisa dipenuhi dengan cara yang tidak tepat.
Bila pasangan kita sudah terbiasa menonton film porno, apa yang bisa kita lakukan?
Ajak diskusi, apa yang dia dapatkan dari mengonsumsi film? Apakah rutinitas seks dengan kita tidak memenuhi kebutuhannya? Adakah yang bisa diupayakan bersama?
Jika diskusi tidak membuahkan hasil yang baik, maka perlu datang ke profesional di bidang relasi dan seks, seperti psikolog.
Bagaimana kalau pasangan kita nggak mau diajak konsultasi dengan psikolog?
Jika pasangan tidak mau ke psikolog, yang mengajak dulu yang datang dan menceritakan pengalamannya ke psikolog. Walaupun, cara ini tidak selalu berhasil. Seseorang yang terpaksa ke psikolog tidak selalu dapat membantu. Opsi lainnya, kita dan pasangan bisa sama-sama belajar dari media lain yang bisa diterima atau nyaman bagi berdua. Misalnya belajar melalui buku, artikel jurnal, seminar atau webinar, dan sebagainya.
Gimana Parents, sudah cukup jelas ‘kan paparan psikolog Ega mengenai pasangan yang mulai hobi menonton film porno. Poin yang bisa diambil adalah kebersamaan, konsisten, dan komitmen. Hadapi situasi ini dengan tenang dulu, dekati pasangan agar ia bisa nyaman terbuka dengan kita.
Kita berikan rasa kebersamaan agar pasangan mau mengubah sikap buruknya itu. Selanjutnya saling berkomitmen untuk memperbaiki keadaan meski pelan-pelan. Pada dasarnya, tidak ada kebiasaan yang mudah untuk diubah, apalagi yang punya unsur adiksi atau kecanduan.
Semangat ya, Parents! 🙂