Parents pernah denger istilah marital rape atau pemerkosaan dalam pernikahan, nggak?
Emang sih, istilah ini masih jarang didengar kayak ada dan tiada. Sebagian menganggap marital rape ini aneh.
Masa sudah sah menjadi suami istri saat berhubungan seks malah ngerasa diperkosa?
Begitulah kenyataan pahitnya, nggak semua orang mengerti secara luas tentang adab berhubungan seks dalam pernikahan. Hubungan seks yang baik adalah nggak ada pemaksaan dengan pasangan dan absen persetujuan.
Jadi artinya walaupun udah sah berhubungan seksual, harus tetap ada indikasi mau sama mau.
Setuju menikah bukan berarti setuju mengikuti kemauan pasangan. Setiap orang itu punya otoritas untuk dirinya sendiri, bukan orang lain, termasuk pasangannya.
Bumin paham sih, kenapa masih banyak orang yang nggak anggap serius kasus marital rape. Ya karena pengaruh kultur dan hukum perkawinan Indonesia. Jadi dalam perkawinan itu suami dianggap sebagai pencari nafkah sedangkan istri harus siap melayani suami termasuk soal hubungan seks.
Mengutip CNN Indonesia, berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri tahun 2019 sebanyak 192 kasus. Lalu pada 2020 sebanyak 100 kasus. Pada kasus marital rape korban didominasi oleh gender perempuan.
Selain itu, mengutip CNN, menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, ketidakpercayaan masyarakat tentang marital rape diakibatkan oleh anggapan bahwa setelah menikah hubungan seks sah dilakukan meski istri atau suami sedang nggak ingin melakukannya.
Nah, supaya Parents nggak bingung nih, kayak gimana sih marital rape itu? Apakah selalu dengan memukul pasangan agar mau berhubungan seks?
Ada beberapa bentuk marital rape yang patut kita ketahui dan hindari. Berikut penjelasannya melansir Sehatq.
Hubungan seks yang dipaksakan
Banyak yang berpikir kalau menikah itu legal untuk melakukan hubungan seks terhadap pasangannya. Namun jadi banyak yang lupa nih, kalau menikah nggak cuma dapet ‘jatah’ aja, kita juga harus menghormati pasangan.
Caranya dengan melakukan hubungan seks yang disepakati keduanya, yaitu suami dan istri.
Kalau sampai ada pemaksaan, ancaman, hingga menyakiti dan melukai pasangannya demi bisa berhubungan seks, itu termasuk dalam pemerkosaan dalam rumah tangga atau marital rape.
Hubungan seks dengan manipulasi
Pasangan berani menuduh kita macam-macam seperti nggak setia, istri durhaka, nggak tau diri dan sebagainya karena nggak memahami kebutuhan seks pasangan.
Tentunya itu termasuk ancaman secara verbal ya, Parents. Lagi pula itu nggak akan dilakukan pada orang yang memuliakan pasangan hidupnya.
Manipulasi yang diberikan membuat kita ngerasa nggak ada pilihan dan terpaksa ngelakuin hubungan seks. Itu juga termasuk dalam pemerkosaan karena ada pihak yang nggak setuju.
Pasangan merasa terancam saat berhubungan seks
Parents, hubungan seks dalam pernikahan seharusnya dilakukan untuk memuaskan dan membahagiakan satu sama lain. Kalau hubungan seks dilakuin dengan ancaman dan kekerasan, esensi seks konsensual akan hilang.
Nggak mau dong, kita ngelakuin hubungan seks sama pasangan tapi sambil nangis, ngerasa ketakutan karena diancam. Ini sama saja seperti pemerkosaan namun dialami dalam pernikahan.
Hubungan seks saat nggak sadar
Ini sih parah banget ya, ada aja lho orang yang tega bikin pingsan pasangannya, atau pukul pasangannya sampai nggak sadar. Tujuannya hanya untuk memuaskan hasrat seksualnya.
Berani cekokin pasangan dengan obat tidur, obat perangsang, alkohol, racun supaya pingsan atau tertidur. Sehingga pelaku bisa melakukan apapun terhadap tubuh pasangannya untuk memenuhi kebutuhan seksnya. Meski sudah menikah, ini sama saja seperti pemerkosaan, kan?
Berhubungan seks saat pasangan nggak ada pilihan
Walaupun pasangan udah bilang “Iya” untuk berhubungan seks, tapi kalau itu dilakuin karena terpaksa dan nggak ada pilihan, itu sama aja dengan pemerkosaan. Meski udah menikah, hubungan seks tetap dilakukan dengan persetujuan bersama.
Misalnya korban iya-iya aja buat penuhin kebutuhan seks pasangan demi mempertahankan pernikahan setelah diancam cerai, nggak dikasih nafkah, dan lainnya. Jadi banyak banget hal nekat yang dilakuin demi dapetin kepuasan seks tanpa mikir kondisi pasangannya.
Sampai sini udah percaya belum kalau pemerkosaan dalam rumah tangga tuh, ada? Kalau seandainya diri kita atau orang terdekat mengalami hal tersebut, yang harus kita lakukan adalah bicarakan masalah ini ke pihak keluarga.
Parents harus tahu, bahwa marital rape masuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Pasal 479 RKUHP disebutkan bahwa setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dapat dipidana paling lama 12 tahun.
Pihak keluarga nggak selalu mengerti tentang pemerkosaan dalam rumah tangga, bisa aja saat mengadu kita yang justru dianggap salah karena menolak melayani pasangan. Namun Parents bisa berpegang pada hukum, seandainya pasangan bertaubat namun mengulangi lagi, nggak ada salahnya untuk kita lanjutkan ke hukum.
Ingat, menikah bukan hanya soal istri melayani kebutuhan seks suami. Pernikahan mempunyai hak dan kewajiban yang setara terhadap suami maupun istri.
Semoga informasi ini dapat membantu dan membukakan mata Parents bahwa nyata adanya pemerkosaan dalam rumah tangga yaa..