Orang tua zaman sekarang sungguh sangat beruntung. Ketika punya pertanyaan tentang anak, kita bisa mendapatkan jawabannya lewat sentuhan jari. Ayah dan Ibu juga bisa mendapatkan ilmu terbaru seputar pengasuhan anak berkat internet dan media sosial. Enggak sempat masak dan keluar rumah untuk membeli makanan? Ojek online to the rescue!
Tapi di balik kemudahan dan kepraktisan hidup Millennial Parents, kita punya tantangan yang lebih besar dalam membesarkan Generasi Alfa, lho. Psikolog Anak Ratih Pramanik berpendapat, gaya hidup orang tua justru menjadi tantangan bagi perkembangan optimal anak. Terlebih, berdasarkan prediksi McCrindle, lembaga peneliti dan ahli komunikasi kenamaan di Australia, Generasi Alfa kemungkinan besar memiliki daya juang rendah dan komunikasi verbal mereka kurang berkembang dengan baik. FYI, Generasi Alfa adalah anak-anak dengan tahun kelahiran 2011-2020.
Ratih pun mendorong Millennial Parents untuk mau berubah demi buah hati. Orang tua sudah tidak bisa lagi berlama-lama depan gawai maupun jalan-jalan di mal karena harus mengurus bayi. Ibu juga dituntut untuk mengurangi fast food karena harus menyediakan makanan segar dan bergizi untuk dirinya (saat hamil) dan bayinya. Tak kalah penting, orang tua harus sering bersinggungan dengan alam bebas dan sebagainya.
Berikut hal-hal yang dapat orang tua lakukan agar perkembangan anak optimal terutama di enam tahun pertama kehidupannya.
Millennial Parents harus mau terlibat dalam pengasuhan dan pendidikan anak
Menurut Ratih, pendidikan anak dimulai bahkan sejak dalam kandungan. Selain itu, segala hal yang kita lakukan dengan anak sebetulnya adalah proses edukasi.
“Punya anak tidak sekedar hamil lalu melahirkan kemudian anak dapat kita titipkan ke pengasuh. Justru enam tahun pertama kehidupan adalah fondasi bagi perkembangan seorang manusia. Kepribadian, disiplin diri, ketangguhan, rasa percaya diri, bahkan pola kerja sangat ditentukan di masa enam tahun pertama ini,” jelas Ratih.
Jika bersedia terlibat dalam mengasuh dan mendidik anak, orang tua pun harus rela capek. Misalnya, Ayah dan Ibu harus mau:
- meninggalkan gawai saat bersama anak;
- berinteraksi dan bercakap-cakap dengan anak;
- mengajak Si Kecil berjalan-jalan di luar rumah, halaman, atau taman setiap pagi sambil berjemur;
- menemani anak makan ketika jam bersantap seperti halnya kita sedang makan bersama orang dewasa lain. Tujuannya agar anak belajar makan sendiri, bukan sekedar disuapi lantas kenyang. Sesi makan adalah ritual tersendiri yang perlu dinikmati sehingga anak akan menanti waktu makan dan menyukainya.
Pelajari proses perkembangan anak
Ketika sudah mau terlibat, orang tua pun harus mau belajar agar paham proses perkembangan anak. Dengan begitu, kita memahami hal-hal yang anak butuhkan dan harus ia lakukan sesuai usianya. Alhasil, potensi anak akan berkembang optimal juga anak tumbuh menjadi tangguh dan terpenuhi.
Contohnya, anak usia tiga tahun tidak mau diam merupakan kondisi yang wajar. Pasalnya, ia sedang menguatkan otot-otot kaki, memperkuat panca indranya, dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar.
“Apabila orang tua memahami hal ini, tentunya ia tidak akan kesal apalagi marah-marah bila anaknya tidak mau duduk diam. Justru ia akan menfasilitasi anaknya agar Si Kecil dapat berlarian ke sana ke mari tanpa mengganggu orang lain di sekitarnya. Orang tua akan rajin mengajak anaknya ke luar rumah agar panca indranya mendapat cukup stimulasi,” terang Ratih.
Menjaga komunikasi, keharmonisan, dan kemesraan dengan pasangan
Hal yang tak kalah penting, relasi yang baik antara suami dan istri sangat membantu dalam membesarkan anak yang sehat secara fisik maupun psikologis. Ratih pun mengingatkan, ketergantungan pada gawai turut mempengaruhi kualitas komunikasi suami dan istri, lho. Jadi, coba deh, kurangi kadar ketergantungan kamu dan pasangan terhadap gawai demi anak.
(Febi/Dok. Shutterstock)