Ada banyak kekeliruan yang sering tak sengaja kita lakukan sebagai orang tua dalam menghadapi perilaku kakak beradik. Seperti memaksakan permintaan maaf dan bermain bersama, menolak perasaan anak, membandingkan anak satu dengan yang lain, serta memihak. Bila Ayah dan Ibu tidak mengubah kebiasaan-kebiasaan tadi, persaingan antara kakak-beradik bisa makin sengit.
Menurut Psikolog Anak Anindya Dewi Paramita, sibling rivalry adalah rasa iri, kompetisi, dan perkelahian antarsaudara kandung. Penyebabnya mulai dari keinginan untuk diperhatikan, disayangi, dan diterima, khawatir akan tersingkir oleh saudara kandung lainnya, menunjukkan kekuatan pada saudara yang lebih muda, juga adanya kebiasaan orang tua mengambinghitamkan salah satu anak. Sibling rivalry memang sulit dihindari, tapi kita dapat mengurangi dampaknya dengan bersikap adil. Nah, Psikolog Anindya mau berbagi tips cara tepat menghadapi sibling rivalry. Yuk, simak baik-baik!
Hargai perasaan anak
Setiap kali kamu menemukan pertikaian antara kakak dan adik, berusahalah mengakui perasaan masing-masing anak karena itulah yang mereka butuhkan. Kamu dapat mengakui perasaan anak lewat:
- Kata-kata, misalnya dengan berkata, “Kamu pasti marah, ya, mainanmu direbut adik.”
- Harapan, contohnya, “Ibu percaya, kamu bisa lebih bersabar menghadapi adik/kakak.”
- Kegiatan kreatif, misal dengan mengajak anak melakukan aktivitas yang dapat menyalurkan emosinya seperti memukul drum, mencoret-coret kertas dengan krayon, dan sebagainya.
- Memberitahukan cara melepaskan rasa marah secara wajar. Sebagai contoh, alih-alih memukul saat anak kesal karena mainannya direbut, ia bisa menyampaikan kekesalannya lewat kata-kata saja seperti, “Aku enggak suka kalau mainanku direbut. Aku kan lagi main!”
Hindari membandingkan anak
Rasa risih ketika diri sendiri dibandingkan oleh orang lain merupakan hal yang manusiawi. Anak balita pun tak suka bila kita membandingkannya dengan si saudara kandung.
“Kok kamu enggak suka makan, sih? Kayak kakak dong, makannya banyak.”
Menurut Anindya, ketimbang membandingkan, Ayah atau Ibu lebih baik mendeskripsikan saja hal-hal yang ada dihadapan kamu. Seperti apapun yang kamu lihat dan rasakan tentang perilaku anak. Beri tahu juga hal-hal yang perlu anak lakukan agar ia belajar memperbaiki diri.
“Kalau membandingkan kan (biasanya) pembandingnya enggak ada di depan kita langsung,” tambah Anindya.
Adil bukan berarti sama
Menurut Anindya, anak-anak sebaiknya diperlakukan secara unik, yakni sesuai kebutuhan dan kepribadian masing-masing, bukan sekadar sama rata. Misalnya, ketika Ayah atau Ibu memberikan mainan mobil-mobilan kepada si kakak, bukan berarti adiknya juga dibelikan mainan yang sama, kan? Soalnya, belum tentu si adik menyukai mobil-mobilan.
Contoh lain, jika Ibu menghabiskan waktu dua jam untuk bermain dengan si bungsu, bukan berarti kakaknya menginginkan Ibu menemaninya selama itu. Siapa tahu, si sulung lebih suka bermain sendiri ketimbang ditemani.
Begitu juga ketika salah satu anak sakit. Ibu pasti lebih banyak memberikan perhatian dan waktu pada anak yang sedang sakit.
Efektif menghadapi pertengkaran
Tidak semua konflik kakak beradik membutuhkan campur tangan orang dewasa. Anindya berpendapat, orang tua perlu melihat dulu intensitas konflik yang berlangsung. Berikut cara menangani pertengkaran antarsaudara kandung.
- Pertengkaran biasa (misal, perbedaan pendapat): abaikan agar anak-anak belajar menyelesaikan masalah.
- Situasi memanas (contohnya, anak saling berteriak dan berebut): orang dewasa membantu merefleksikan cara pandang setiap anak. Misalnya dengan mengingatkan pihak mana yang mengambil mainan duluan.
- Situasi yang mungkin membahayakan (misal, salah satu anak hendak menyakiti): mengingatkan aturan dasar dan tawarkan alternatif. Contohnya, tidak boleh ada kekerasan saat bermain. Jika salah satu anak menginginkan mainan orang lain, ajak ia untuk menawarkan pertukaran mainan. Dengan syarat, keduanya sama-sama sepakat dan tidak ada yang merasa dirugikan. Cara ini bisa diberlakukan pada anak balita yang cenderung suka merebut mainan pilihan orang lain.
- Situasi yang jelas berbahaya (misal, menyakiti anak lain atau saling menyakiti): intervensi orang dewasa dibutuhkan. Segera lerai pihak-pihak yang bertikai sambil mendeskripsikan hal yang dilihat. Contohnya dengan berkata, “Ayah/Ibu melihat kamu memukul duluan.”
Ajarkan penyelesaian masalah
Jika anak-anakmu sudah lebih besar dan bisa diajak berdialog dua arah, Ayah dan Ibu dapat menerapkan penyelesaian masalah sebagai berikut.
- Saat ketegangan sudah reda, ajak kedua belah pihak duduk bersama.
- Jelaskan aturan-aturan dasar dalam keluarga (misal, tidak boleh menyakiti dan sebagainya).
- Minta tiap anak untuk menuliskan perasaan dan kekhawatiran masing-masing.
- Izinkan setiap anak untuk memberikan bantahannya.
- Ajak keduanya untuk menyarankan solusi dan tuliskan semua ide tanpa berusaha mengoreksi.
- Putuskan solusi yang dapat diikuti semua pihak.
- Berlakukan solusi tersebut dan follow up
Dengan menerapkan cara-cara di atas, sibling rivalry sebenarnya dapat membangun kepribadian anak, lho. Sebagaimana kutipan Pamela Dugdale, “Saudara kandung adalah sosok-sosok yang mengajarkan kita tentang keadilan dan kerja sama juga kebaikan dan kepedulian meski dengan cara yang cukup keras.”
(Febi/Dok. Shutterstock)