Lagi, lagi dan lagi sangat disayangkan kalau sampai sekarang ini bullying atau perundungan masih saja terjadi di instansi pendidikan. Seakan sudah mengakar, berbagai pihak terkait yang punya authority untuk menyelesaikan masalah perundungan, seperti saling menutupi. Mungkin, mereka malu.
Belum lama ini, salah satu sekolah di daerah Simprug, Jakarta Selatan menjadi tempat belajar dari remaja berinisial RE yang menjadi korban perundungan di sekolah tersebut tengah ramai didatangi para pencari berita.
Kasus ini makin viral karena mendapatkan atensi dari pemerintah dan berbagai pihak terkait lainnya. Lalu, dari audiensi yang sudah dilakukan, RE mengaku mendapat ancaman untuk dijadikan tumbal.
Jika kita pikirkan lagi ya, kenapa ya mesti terjadi perundungan?
Apa sih yang menyebabkan anak mau melakukan bullying?
Berbagai pertanyaan ini akan dijawab di bahasan kali ini. Tapi, sebelum kita semakin jauh tenggelam dalam ulasan, kita belum sapa Parents nih – hai hai Parents! Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kesehatan yang baik dan juga segala urusannya diperlancar dan dipermudah ya.
Parents, mungkin kali ini kita mempunyai concern yang sama, ya. Perundungan atau bullying masih kerap terjadi. Tidak hanya di tempat belajar atau sekolah, bahkan di tempat pekerjaan pun, hal-hal seperti ini masih saja terjadi.
Pertanyaan besar kita, kenapa melakukan bullying, sih?
Untuk menemukan berbagai jawaban dari segala pertanyaan yang sudah ada, mari kita selami bahasan kali ini bersama-sama, ya.
Menurut Data dan Survei
UNICEF pada tahun 2020 lalu, telah melakukan survei tentang bully dikalangan pelajar Indonesia, di mana salah satu hasil dari survei tersebut cukup mengejutkan yaitu 41 persen dari remaja usia 15 tahun mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali setiap bulannya.
Bisa kita ketahui bersama kalau ternyata, perundungan atau bullying itu terus terjadi. Terbayang tidak Parents, setidaknya setiap hari atau setiap minggu – sebenarnya ada saja perundungan yang dilakukan, walau mungkin tidak banyak yang melaporkan kasusnya – atau mungkin juga, kasusnya tidak viral.
Masih dari laporan kumpulan data UNICEF, menyebutkan setidaknya ada beberapa tipe bullying atau perundungan yang kerap terjadi, di antaranya:
- Kekerasan fisik, memukul bagian tubuh
- Mengambil dan menghancurkan benda yang dimiliki oleh korban
- Menakuti korban, biasanya dalam bentuk kekerasan verbal
- Membuat korban menjadi bahan lelucon atau olok-olok
- Dijauhi
- Digosipi atau diberitakan hal-hal tidak baik
Parents, walau sudah mengakar – bukan berarti perundungan tidak bisa diselesaikan. Selalu ada jalan dan cara untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. Hal ini berkaitan dengan dampak yang dikarenakan oleh bullying tersebut. Benar-benar memprihatinkan.
Masih dari UNICEF, ada beberapa dampak yang akan diterima oleh korban perundungan, seperti:
- Perilaku yang agresif, di mana perilaku ini cenderung mengarah ke kekerasan dan perundungan atau bullying kembali. Hal ini kemudian juga mengarah lagi ke kemampuan interaksi sosial yang buruk dan juga ketidakinginan untuk meneruskan jenjang pendidikan.
- Ketidakmampuan untuk mengikuti pelajaran
- Mereka yang terkena dampak bullying, setidaknya pernah terpikirkan untuk bunuh diri atau mengakhiri hidupnya – angka presentasenya belum diperbarui, jadi belum bisa kita ketahui bersama.
Pertanda Anak Jadi Pelaku Bullying
Parents, salah satu langkah yang cukup fundamental untuk memutus rantai bullying adalah mulai dari kita sebagai orang tua. Kesadaran dan kepekaan yang tinggi terhadap segala perubahan yang terjadi pada anak adalah langkah utama untuk memulai hal ini semua.
Perubahan pada anak yang dimaksud bisa kita persempitkan menjadi dua perubahan saja. Pertama, anak menjadi korban bullying dan yang kedua anak menjadi pelaku bullying. Nah, terkadang ya Parents, kita suka terlewat akan perubahan atau pertanda ketika anak menjadi pelaku bullying.
Untuk mempermudah kita semua, kita perlu mengetahui apa saja sih pertanda ketika anak terindikasi menjadi pelaku perundungan.
Dilansir dari Kompas, menurut Psikolog Klinis Anna Surti Ariani, ada beberapa pertandanya, seperti:
Anak Mulai Suka Merendahkan Orang Lain
Parents, mungkin ini akan dimulai dari cerita-cerita anak tentang segala aktivitasnya. Tetapi, ketika kita mendengar anak bercerita tentang bagaimana mereka mendominasi sesuatu dan merendahkan yang lain di sekitarnya, hal ini menjadi pertanda Parents.
Ketika sudah terlihat hal ini, kita perlu intervensi – mengarahkan kembali bahwasanya merendahkan yang lain adalah perbuatan yang sama sekali tidak disarankan. Parents, rasa bisa mendominasi sesuatu adalah rasa yang cukup kuat untuk jadi pondasi perundungan. Ini yang perlu kita ingat baik-baik.
Teman Anak Takut Padanya
Berkaitan dengan poin sebelumnya – jika kita melihat teman-temannya menunjukan gestur takut atau tidak berani menegur anak kita, ini perlu kita periksa lebih dalam, Parents.
Jangan kita biarkan anak bangga dengan hal ini, seakan dirinya lah yang paling berani. Memang sih Parents, kita ingin anak kita jadi pemberani, tetapi jika berlebihan – tentu ini akan mengarahkan mereka menjadi pelaku bullying. Karena sudah tidak ada lagi yang bisa menolak anak kita, hal ini jadi pertanda Parents.
Keluhan dari Orang Lain
Nah, seperti yang sudah kita sebutkan sebelumnya, jangan melewati kritik atau saran dari orang lain, seperti orang tuanya teman anak kita, atau siapapun yang kerap berada di sekitar anak.
Jika kita menolak keluhan orang lain, pun pertanda bullying jangan-jangan juga ada di dalam diri kita Parents. Kita perlu intropeksi diri. Keluhan orang lain adalah bantuan untuk kita untuk tahu persis bagaimana kondisi anak kita sebenarnya. Jika memang ia berani merundung atau mem-bully temannya yang lain, kita perlu berikan teguran yang sesuai.
Parents, siapa sih yang ingin anaknya menjadi pelaku perundungan? Sepertinya tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi sosok yang seperti itu. Oleh karena itu, kita sebagai garda terdepan dan terdalam dari anak, kita perlu mengetahui sebenar-benarnya kondisi anak kita.
Sehingga, harapannya kita semua bisa memutus kultur perundungan atau bully ini. Setuju Parents?