Peduli dengan sesama adalah salah satu rasa atau emosi yang cepat atau lambat, anak akan memilikinya. Permasalahannya akan datang jika sudah waktunya anak memiliki rasa atau emosi tersebut, anak tidak menunjukannya.
Asumsi kita sebagai orang tua, anak tidak peduli dengan lingkungannya. Sederhananya, anak tidak bisa berbagi. Kalau dari kecil kita sudah lihat anak tidak bisa berbagi mainan – misalnya – dengan temannya, bisa jadi, ini sebuah pertanda jika empati belum terbangun di dalam dirinya.
Hai hai Parents, apa kabar hari ini? Semoga hari ini selalu diberikan kesehatan dan segala urusan diperlancar, ya.
Dari prolog singkat di atas – contoh tambahannya adalah ketika anak terlihat tidak mempunyai rasa bersalah setelah menyakiti temannya, atau saudara yang mempunyai rentan usia yang tidak jauh berbeda.
Parents, seperti judul di atas, ada kemungkinan jika terjadi kondisi-kondisi seperti yang ada di prolog, anak disinyalir belum mempunyai rasa empati. Nah, bahasan kali ini, kita akan mengulas tentang rasa empati tersebut.
Kalau secara definisi – dilansir dari Kompas, empati adalah:
Kemampuan mengenali, memahami, dan berbagi pemikiran serta perasaan orang lain, hewan atau bahkan karakter fiksi
Kemampuan berempati cukup berbeda dengan ketrampilan lain yang biasanya, kita sebagai orang tua, fokus ke ketrampilan tersebut. Seperti ketrampilan akademis; menghitung, membaca, dan menulis.
Parents, alangkah baiknya jika kemampuan akademis dibangun selaras dengan kemampuan lainnya, dalam konteks ini – kemampuan berempati.
Masih dari Kompas, membangun bersama rasa dan kemampuan berempati sejak dini sangatlah penting. Hal ini akan berguna untuk anak bisa memahami apa yang orang lain rasakan. Ini minimalnya Parents.
Tujuan besarnya adalah anak bisa mengetahui berbagai pandangan atau persepektif pemikiran atau tindakan, tidak hanya yang muncul dari dalam dirinya saja – tetapi juga dari orang lain.
Lalu, apa yang bisa kita sebagai orang tua perhatikan jika anak mulai bisa berempati?
Anak mulai bisa menggunakan kemampuan berempatinya ketika:
- Bisa berinteraksi sama orang lain dengan lancar
- Mulai ditanyai pendapatnya oleh teman sebaya
- Mempunyai tindakan yang bertujuan untuk kepentingan bersama
Tiga hal di atas adalah permulaannya saja, Parents. Masih memungkinkan jika anak kita melakukan atau setidaknya memikirkan lebih dari tiga hal tersebut. Hal ini jelas dipengaruhi oleh kita sebagai orang tua dan lingkungan terdekat lainnya.
Yang Paling Penting…
Hal paling penting atau fundamental dari menanamkan atau membangun rasa dan emosi empati kepada anak adalah:
Dengan mencontohkan.
Parents, anak mungkin akan mengabaikan perkataan kita tentang “Nak, yuk udah main tab-nya” karena mereka ingat bagaimana kita mengabaikan sekitar saat sedang main handphone.
Anak juga akan melupakan perkataan kita tentang “tolong dihabiskan ya makanannya” karena mereka ingat bagaimana kita menyisakan makanan di piring.
Jadi, salah satu pondasi yang perlu kita lakukan kepada anak adalah mencontohkan. Nah, dengan konteks berempati, kita juga perlu memberi contoh kepada anak. Misalnya, jika di rumah ada pembantu rumah tangga, tidak serta merta semua pekerjaan dikerjakan oleh beliau.
Parents, bisa mencontohkan kepada anak cara menyapu atau mengepel lantai, atau setidaknya mencuci piring sendiri setelah makan.
Dari contoh tersebut, tidak hanya soal rasa empati tetapi kemampuan dasar menjadi manusia seutuhnya nanti juga bisa diajarkan kepada mereka.
Atau, contoh konkret lainnya adalah ketika Parents dan anak sedang berjalan ke taman atau public space lainnya, dan melihat tuna wisma. Parents bisa mencontohkan dengan memberikan seikhlasnya rezeki Parents ke mereka.
Lalu, contoh lainnya mungkin bisa dengan memberi makan kucing liar – Parents, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencontohkan berempati pada anak. Banyak sekali. Tinggal Parents sesuaikan dengan kondisi anak, ya.
Apakah ada akibat jika anak telat mengetahui cara berempati?
Parents, percaya atau tidak, ada beberapa hal buruk yang bisa dilakukan anak ketika minim empati.
Salah satunya adalah mempunyai perilaku agresif. Secara definisi, perilaku agresif adalah segala perilaku atau tindakan yang bertujuan menyakiti orang lain, hewan, atau bahkan merusak properti.
Jika kita telisik lebih dalam, perilaku agresif yang bertujuan menyakiti orang lain, contoh tindakannya seperti membicarakan orang lain, memaki dengan kata-kata yang kasar, atau menyakiti orang lain secara fisik, adalah beberapa kemungkinan yang bisa terjadi ketika anak minim empati.
Terbayang bullying, ya Parents?
Salah satu faktor anak yang suka mem-bully adalah minimnya rasa empati yang dimilikinya.
Sehingga, dengan sadar – mereka berani dan mau menyakiti orang lain.
Kalau sudah seperti ini, ternyata kita sadar ya Parents bahwa mempunyai rasa empati dan membangunnya sejak dini begitu penting untuk dilakukan.