Siapa di sini sebagai orang tua yang malah nge-reog kalau kakak dan adik lagi berselisih? Memang sih, nalurinya, kakak sebagai anak yang lebih tua, kerap diminta untuk mengalah kepada adiknya. Tapi, kalau selalu seperti ini, apakah ada dampaknya?
Hai hai Parents! Semoga hari ini selalu sehat dan lancar-lancar saja segala urusannya, ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas, sepertinya sudah terlihat jelas kalau kita akan membahas soal hubungan antara kakak dan adik, ya. Well, mau bagaimana pun – hubungan kakak dan adik adalah love-hate relationship yang begitu menarik untuk dibahas lebih dalam.
Ditambah lagi konstruksi sosial yang sudah terbangun kuat sejak lama, bahwasanya seorang kakak yang sudah jelas lebih tua dari adiknya, kerap kali disuruh atau diminta untuk mengalah. Padahal, kita mungkin belum tahu alasan dibalik ketidakmau-ngalahannya si kakak.
Di kondisi-kondisi seperti ini, kadang kita kerap melupakan atau melewati begitu saja perasaan sang kakak tanpa validasi apa-apa. Hal ini disadari atau tidak disadari, ternyata membawa dampak yang cukup panjang nantinya.
Hmm…Seperti apa sih dampak yang kita khawatirkan?
Dilansir dari KumparanMom, Psikolog Klinis Anak Rumah Dandelion, Rizqina Ardiwijaya menuturkan setidaknya ada beberapa dampak yang cenderung ke negatif akibat dari permintaan orang tua kepada sang kakak untuk mengalah kepada adiknya.
Dampak pertama yang cenderung negatif adalah sang kakak merasa kurang dipahami perasaannya.
Seperti yang sudah sempat dijelaskan sebelumnya di atas bahwa meminta terus-terusan untuk kakak mengalah kepada adik akan melupakan perasaan kakak yang harus berulang diminta untuk memprioritaskan adiknya terlebih dahulu.
Menurut Rizqina, sang kakak bisa merasa dirinya selalu disisihkan dan dibandingkan perasaan adiknya. Hal ini akan membawa dampak-dampak yang cenderung bersifat jangka panjang, seperti hubungan yang kurang baik sampai dewasa.
Kemudian, mengalah yang terus terjadi dan berulang-ulang, berpotensi untuk menumbuhkan perasaan-perasaan negatif terhadap adik dari sang kakak. Hal ini akan dengan mudah memunculkan konflik atau pertengkaran.
Rasa iri yang semakin mengakar adalah bom waktu untuk semua anggota keluarga. Hal ini yang benar-benar perlu kita ingat bersama ya, Parents.
Lalu, bagaimana langkah selanjutnya, ya?
Masih menurut Rizqina, ia menyarankan bahwa alih-alih membuat kakak harus selalu mengalah, kita sebagai orang tua bisa mengajarkan konsep berbagi.
Konsep berbagi dalam hubungan kakak dan adik juga bisa didefinisikan sebagai cara untuk mengenalkan mereka dengan kasih sayang sesame saudara, terlebih saudara kandung.
Mengenalkan konsep berbagi pun bisa dilakukan sedikit demi sedikit, artinya – kita sebagai orang tua perlu mengajarkan mereka secara bertahap. Sehingga, harapannya, kakak dan adik akan mengerti sepenuhnya tentang konsep berbagi tersebut.
Misalnya, saat si kakak tengah benar-benar tidak mau berbagi mainan dengan adiknya. Kita bisa tanyakan secara pelan jika memang tidak ada yang mau dibagi, apakah boleh dipinjamkan sejenak ke adik. Bermain secara bergiliran adalah pilihan yang kerap diterapkan oleh para orang tua, memang sebaiknya demikian tapi secara perlahan.
Jika memang sang kakak benar-benar tidak mau berbagi, kita sebagai orang tua tidak lantas menjustifikasinya. Bisa jadi, sang kakak sedang mencerna konsep berbagi, ia sedang memproses rasa mengalah yang benar-benar datang dari dalam dirinya, bukan dari paksaan orang tua.
Sehingga, kita memang perlu memberikan waktu pada sang kakak. Lalu, bagaimana dengan adiknya?
Konsep berbagi memang bersinggungan dengan konsep mengalah, maka mengalah juga bukan selalu tentang sang kakak, tetapi juga sang adik. Adik juga perlu diajarkan konsep berbagi dan mengalah, sehingga tidak menuntut kakak yang terus harus mengalah.
Mengajarkan konsep berbagi dan mengalah ke adik pun sama perlahannya seperti ke sang kakak. Jika keduanya diajarkan hal yang sama, maka harapannya adalah mereka saling mengerti satu sama lain soal perasaan berbagi dan mengalah.
Jadi, harapannya, semuanya bisa mengurangi tensi saat berselisih.