Kementerian Kesehatan pada tahun 2023 lalu, menyoroti kasus talasemia di Indonesia yang masih tinggi. Kemenkes melakukan skrining di 21 sekolah di DKI Jakarta dan menemukan 5,6 persen anak membawa gen talasemia.
Sebentar-sebentar, apa itu talasemia dan gen talasemia?
Hola, Parents! Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam kondisi sehat dan segala urusannya lancar-lancar saja, ya.
Dari judul dan prolog singkat di atas, kali ini kita akan membahas sesuatu yang sepertinya masih asing untuk kita semua, Parents.
Ya, talasemia. Dilansir dari Kumparan, talasemia adalah penyakit kelainan darah yang bersifat genetik. Artinya, penyakit ini bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya. Lebih spesifiknya lagi, penyakit ini disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuknya hemoglobin utama manusia, sehingga sel darah merah mudah pecah dan umur darah merahnya sangat pendek.
Parents, mari kita ketahui lebih dalam tentang talasemia.
Dr. Eva Susanti sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, menyebutkan bahwa Indonesia masih masuk pada garis sabut talasemia.
Menurutnya, sekitar 3-10 persen populasi di Indonesia merupakan pembawa talasemia, dan sekitar 2,6-11 persen merupakan pembawa sifat talasemia alfa. Parents, ada talasemia alfa dan ada talasemia beta.
Dilansir dari laman John Hopkins Medicine, talasemia beta mayor atau cooley adalah bentuk talasemia paling parah. Seorang anak yang lahir dengan talasemia beta mayor mau tidak mau harus mendapatkan transfuse darah seumur hidupnya, dan mungkin tidak bisa hidup dengan normal.
Anak dengan talasemia beta mayor akan menunjukan beberapa indikasi atau gejala di awal kehidupannya, seperti:
- Kulitnya pucat
- Nafsu makan yang buruk
- Mudah sakit atau sering mengalami infeksi
Gejala tersebut adalah gejala yang bisa dilihat dalam jangka dekat saja. Anak dengan talasemia beta mayor juga mempunyai gejala lain yang cenderung muncul dengan kondisi jangka panjang, seperti:
- Tumbuh kembangnya terhambat
- Perut membengkak
- Penyakit kuning atau pucat
Selain gejala yang sudah disebutkan, menurut Dokter Spesialis Anak, Dr. Teny Tjitra Sari, SpA(K) ada beberapa gejala lain yang bisa diidentifikasi, seperti sering terjadi pusing karena hB rendah, sesak napas, dan gangguan jantung.
Bahkan di beberapa kasus, sesak napas dan gangguan jantung bisa menimbulkan dampak yang begitu menakutkan, yaitu kematian.
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Sebagai Tindakan Preventif?
Skrining yang dilakukan oleh Kemenkes adalah salah satu tindakan preventif agar talasemia tidak diteruskan ke generasi selanjutnya. Menurut Kementerian Kesehatan, jika pembawa sifat talasemia menikah dengan sesama pembawa sifat talasemia juga, maka generasi selanjutnya cenderung dengan kemungkinan besar akan mengidap talasemia mayor.
Dilema atau problematiknya…
Tidak banyak yang menyadari akan hal ini. Menurut Dr. Teny, jika seseorang mengetahui bahwa pasangannya sebagai pembawa sifat talasemia, biasanya akan terjadi pertimbangan yang panjang untuk meneruskan hubungan tersebut.
Pertimbangan yang dilakukan biasanya mengandung kalkulasi dari segala gejala dan kemungkinan yang terjadi dan dialami keturunannya, biasanya – pada akhirnya mereka tidak jadi menikah.
Ditambah lagi, Dr. Eva juga ikut menegaskan bahwa sampai sekarang ini, talasemia belum bisa disembuhkan. Namun, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar generasi selanjutnya yang memang pada akhirnya membawa sifat gen talasemia itu tidak mengalami kondisi yang sama.
Dengan konsekuensi seperti itu, maka deteksi dini pembawa sifat talasemia sudah masuk ke dalam program Kementerian Kesehatan. Deteksi dini sebagai tindakan preventif ini bisa dilakukan kepada sekeluarga sekandung.
Masih menurut Dr. Eva, jika deteksi dini ini bisa mengidentifikasi sekaligus mengedukasi para pembawa sifat talasemia agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat, setidaknya ada kemungkinan untuk mencegah kelahiran bayi talasemia mayor, sekitar 50 persen bisa dihindari.
Pasalnya…
Dilansir dari Kumparan, berdasarkan data dari Kemenkes pada tahun 2023 lalu, jumlah pasien talasemia yang tercatat kurang lebih ada di 11 ribu orang. Kasus terbanyak berada di Jawa Barat, dengan jumlah penderita talasemia mencapai 4.225 orang.
Dari berbagai penjelasan di atas – sudah cukup jelas ya Parents kalau talasemia adalah kondisi yang genetik, yang artinya bisa diteruskan dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya. Dengan berbagai gejala dan segala konsekuensinya, jika semisal Parents tidak menemukan gejala tersebut pada diri sendiri atau pasangan, sebaiknya tidak usah panik ya.
Jika semisal menemukan gejala tersebut ada diri sendiri atau pasangan, maka langkah penting yang perlu dilakukan adalah memeriksakan diri atau pasangan ke dokter. Tidak dianjurkan untuk self-diagnose ya Parents.