Seringkali kita mendengar korban KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) hanya dialami oleh pasangan suami istri. Kenyataannya, kekerasan berbasis gender ini bisa terjadi pada siapa saja yang memiliki hubungan relasi personal pada korban.
Dalam laman Komnas Perempuan, yang dimaksud berbagai bentuk kekerasan yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi berakar pada perbedaan berbasis gender.
Berdasarkan data Catatan Tahunan Komnas Perempuan pada 2020, KDRT menempati urutan pertama dengan jumlah 75,4 persen dibanding ranah lainnya. Dari 22.105 kasus yang ada, sebanyak 6.555 atau 59 persen adalah kekerasan terhadap istri.
Maka tak heran kalau KDRT dikenal hanya dilakukan pada pasangan suami istri saja, padahal bisa luas dari itu. Mengutip penjelasan Komnas Perempuan, KDRT bisa terjadi pada..
- Suami, istri, dan anak
- Orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga
- Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.
Seandainya kita melihat, mendengar, atau mengetahui terjadinya KDRT maka wajib melakukan upaya sesuai batas kemampuan untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan pada korban, pertolongan darurat, dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Parents sudah paham ya, bahwa KDRT bukan hanya dilakukan suami-istri atau sebaliknya tetapi bisa juga pada siapa saja yang masih dalam hubungan relasi personal, bahkan termasuk asisten rumah tangga.