Parents, pola asuh sangat berpengaruh pada karakter anak dan kedekatannya dengan orang tua. Anak yang diasuh dengan cara positif tentu akan tumbuh dengan karakter yang baik, meski ia sudah dewasa kelak, pasti ingin terus dekat dengan orang tuanya. Dari pola asuh yang baik itu, membuat anak jadi lebih menghargai orang tuanya.
Begitupun sebaliknya, kalau anak dari kecil sudah terus-terusan kita marahi, kemungkinan besar ia akan tumbuh menjadi anak yang agresif. Selain itu, anak mulai menjaga jarak karena merasa gak nyaman dan aman untuk dekat dengan ayah dan ibunya.
Parents, untuk mengasuh anak agar memiliki karakter yang positif, kita harus memulainya dengan pola asuh yang tepat. Berikut ini empat tipe pola asuh dan dampaknya berdasarkan teori Diana Baumrind, seorang psikolog perkembangan dan peneliti Stanford Eleanor Maccoby & John Martin. Silakan disimak 🙂
Permissive Parenting
Gaya pengasuhan permisif atau serba membolehkan, jadi anak itu boleh deh ngapain aja mau apa dengan aturan yang minim. Biasanya orang tua ini membiarkan anak memutuskan sesuatu, dibanding memberikan arahan dan menjelaskan konsekuensi yang akan diambil.
Sebenarnya mereka pingin anaknya seneng jadi dibolehin ngelakuin apa aja. Jarang banget adanya aturan karena di satu sisi orang tua mau menghindari konflik. Misalnya daripada ribut, anak nangis, jadi yauda dibolehin aja.
Mereka ini cenderung menjalankan peran sebagai sahabat dibanding menjadi orang tua, mereka gak mau berhadapan dengan konflik maka sering membolehkan apapun yang diinginkan anak.
Dampaknya:
Dikutip Very Well Family, anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif kurang bisa menghargai aturan dan otoritas. Mereka juga berisiko lebih tinggi mengalami kesehatan seperti obesitas, gigi berlubang karena nggak diarahkan untuk menerapkan kebiasaan baik oleh orang tuanya.
Uninvolved Parenting
Uninvolved parenting adalah orang tua yang gak terlibat tentang apa yang dilakuin sama anak-anaknya. Orang tua ini cenderung gak memberikan banyak bimbingan, pengasuhan, dan perhatian pada anak.
Mereka ogah terlibat dalam mengembangkan kemampuan anak. Lalu merasa gak punya banyak waktu atau energi untuk memenuhi kebutuhan dasar anak seperti perhatian, kesehatan, sampai mendidik dengan kasih sayang.
Orang tua yang menjalani pola asuh uninvolved ini gak selalu disengaja. Bisa saja mereka sedang mengalami masalah kesehatan mental, penyalahgunaan zat, yang membuat orang tua gak bisa merawat kebutuhan fisik atau emosional anak secara konsisten.
Dampaknya:
Dilansir Healthline, menurut sebuah studi yang dilakukan pada 2017, beberapa anak yang memiliki orang tua uninvolved ini, mengalami kesulitan dengan interaksi sosial di luar rumah karena jarang diajak komunikasi oleh orang tuanya.
Kelemahan lainnya, pengasuhan yang gak terlibat ini membuat anak gak punya hubungan emosional dengan orang tua. Kurangnya kasih sayang dan perhatian di usia yang masih kecil, menyebabkan rendahnya harga diri atau self esteem.
Authoritarian Parenting
Pengasuhan otoriter sangat percaya bahwa anak harus mengikuti aturan tanpa terkecuali. Ketika anak bertanya kenapa harus melakukan aturan itu, mereka gak menjelaskan alasannya. Gak ada tuh, negosiasi sama orang tua otoriter, mereka cuma fokus sama kepatuhan aja.
Selain bikin aturan, orang tua otoriter gak mau dengerin pendapat dan perasaan anak. Udah gitu mereka sering menggunakan hukuman dibanding cara disiplin, jadi mereka lebih suka bikin anak-anaknya nyesel karena gak ikutin aturan orang tua.
Dampaknya:
Anak yang dibesarkan dengan orang tua otoriter bisa tumbuh dengan agresif. Mereka jadi suka takut mau ngelakuin apa-apa karena sering dihukum sama orang tuanya.
Secara gak sadar, orang tua otoriter membuat anak jadi pembohong yang ulung, itu dilakukan untuk menghindari hukuman. Biasanya anak yang dibesarkan dengan cara otoriter akan punya self esteem yang rendah dan bisa menjadi pemberontak saat dewasa nanti.
Authoritative parenting
Gaya pengasuhan ini termasuk yang dikatakan berwibawa. Orang tua yang otoritatif memiliki aturan dan menggunakan konsekuensi, tapi juga mempertimbangkan pendapat anak. Mereka mampu memvalidasi perasaan anak, namun menjelaskan bahwa orang tua yang memegang tanggung jawab.
Mereka cenderung menginvestasikan waktu dan energi untuk mencegah adanya masalah pada anak. Misalnya mendengarkan anak-anak curhat, membantu anak belajar agar anak gak menghadapi kesulitannya sendirian.
Disiplin yang dilakukan orang tua otoritatif pun cukup positif. Mereka memberikan pujian dan penghargaan jika anak bisa melakukan yang terbaik dan mengikuti aturan yang telah disepakati.
Dampaknya:
Dalam Parenting Science, anak yang dibesarkan oleh orang tua otoritatif cenderung menjadi mandiri, diterima secara sosial, sukses akademis, dan berperilaku baik. Mereka cenderung gak mengalami depresi dan kecemasan yang tinggi, lalu lebih kecil kemungkinan terlibat dalam perilaku antisosial seperti penggunaan narkoba dan kenakalan lainnya.
Parents, mau pilih gaya pengasuhan yang mana nih? Meski kenyataannya gak ada orang tua yang sempurna, tapi setidaknya kita bisa jadi tempat yang paling nyaman buat si Kecil untuk bertumbuh.
Yuk, kita pilih dan jalani pola asuh yang memberikan dampak positif pada anak di masa depan 🙂