Dewasa ini, kita kerap dihadapkan oleh kenyataan pahit dari istilah ‘jika ada pertemuan, tentu ada perpisahan’.
Tadinya, kita pikir hal ini hanya sekadar istilah saja. Tetapi di pernikahan, hal ini bisa saja terjadi.
Walaupun, kita semua punya pilihan. Setidaknya, dalam konteks pernikahan ada dua pilihan sederhana: bertahan atau berpisah.
Jika memang keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi, maka berpisah atau bercerai jadi jalan keluarnya.
Parents, perceraian tidak hanya berdampak pada individu yang melakukannya, tetapi juga berdampak pada orang di sekitarnya, seperti anak.
Anak akan menerima dampak besar dari perceraian orangtuanya. Terutama di kondisi emosional.
Akan tetapi, tidak semua anak mampu untuk menggambarkan atau memberitahukan kondisi emosionalnya dengan mudah.
Alhasil, terkadang kita kerap melihat perubahan drastis pada anak yang orangtuanya bercerai.
Hal ini masih menjadi stigma tersendiri. Anak yang mempunyai sikap yang berbeda dengan anak lain, kerap dinilai sebagai korban perceraian.
Padahal, hal ini terjadi karena anak-anak tersebut, mungkin tidak mampu mengolah luka batin yang mereka terima dari perceraian orangtuanya.
Menurut ahli
Dibantu atau tidak dibantu, anak yang mempunyai luka batin karena perceraian orangtuanya cepat atau lambat akan beradaptasi.
Tapi, tentu tidak mudah.
Menurut Psikolog Agata Paskarista, proses adaptasi anak terhadap perceraian orangtuanya tidaklah mudah. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun akan mengalami pasang surut dan dinamika lainnya saat beradaptasi dengan perceraian.
Agata juga menjelaskan bahwa mengidentifikasi anak yang tengah berjuang beradaptasi karena perceraian orangtuanya bisa dilihat dari 4 tanda ini:
1. Perilaku Memberontak
Ketidakstabilan emosi menjadi salah satu hal penting mengapa anak kerap menunjukan perilaku memberontak karena orangtuanya bercerai.
Mulai dari mudah marah, sulit diatur, atau bahkan menolak berkomunikasi dengan salah satu orangtuanya, menjadi sikap-sikap yang bisa diidentifikasikan sebagai ketidakstabilan emosi tersebut.
Setiap orang berbeda-beda memproses perasaannya. Begitu pula dengan anak-anak. Tindakan seperti itu adalah cara mereka mengekspresikan kebingungannya.
Di sikap seperti ini, sulit untuk kita menilai bahwa anak ini sebenarnya tidak nakal. Salah satu cara untuk menghadapi anak seperti ini adalah dengan memposisikan diri kita sebagai teman mereka, atau minimal setara.
Ajak pergi ke suatu tempat yang tenang, lalu mulai membicarakan sesuatu yang ringan, sampai akhirnya ada momen untuk membicarakan soal perceraian orangtuanya. Mungkin, ini jadi salah satu cara sederhana untuk membantu anak menuangkan atau menggambarkan emosinya.
2. Belum Bisa Konsisten
Ini yang perlu kita garis bawahi, bukan tidak bisa konsisten, tapi mungkin belum bisa konsisten.
Seperti yang sudah dijelaskan di poin pertama, bahwa anak tentu akan berjuang sedemikian rupa untuk beradaptasi dengan perasaannya.
Jika ada tindakan seperti ingin dekat lagi dengan salah satu atau kedua orangtuanya, tetapi berubah mendadak malah seperti membenci, ini menandakan bahwa anak belum bisa konsisten dengan perubahan yang ada.
Tidak apa-apa Parents, mereka perlu berproses.
3. Mau Terhubung Tapi…
Kurang lebih sama seperti poin kedua. Ini karena anak masih berusaha beradaptasi, dan adaptasi memungkinkan untuk terjadinya dinamika.
Artinya, anak kerap masih bingung bagaimana mengekspresikan perasaan dirinya pasca perceraian orangtuanya.
4. Merasa Sendiri
Nah Parents, poin keempat ini adalah tanda yang paling ‘berbahaya’. Jika anak sudah merasa sendiri, maka ia merasa tidak ada lagi yang bisa mengerti atau memahami dirinya.
Ini cukup berbahaya karena anak merasa sudah tidak ada lagi sosok atau fitur yang bisa membantu dirinya.
Jika anak sudah menunjukan pertanda ini, maka segera untuk melakukan tindakan lain, seperti menghubungi professional atau ahli untuk membantu anak mengembalikan rasa ‘percaya’nya ke lingkungan sekitarnya.
Jadi empat tanda ini bisa kita identifikasi lebih cepat Parents. Kita tidak ingin anak menjadi sosok atau figur yang tidak sesuai dengan aturan atau norma-norma yang ada.
Walau perceraian orangtua tidak dapat dihindarkan, tetapi anak perlu tahu dia tetap punya masa depan.